Sabtu, 23 November 2024

Kasus Rasuah Bupati Kutim Non-Akti Ismunandar Cs, Ini Modusnya

Koresponden:
Muhammad Zulkifly
Selasa, 24 November 2020 7:31

FOTO : Persidangan lima aktor intelektual dilingkungan Pemkab Kutim kembali berlangsung dengan mendengar keterangan dua saksi/Diks.co

DIKSI.CO, SAMARINDA - Usai dua terdakwa rekanan kasus rasuah Kabupaten Kutai Timur disidangkan pada Senin (23/11/2020) siang kemarin, kemudian pada sore harinya lima terdakwa, yakni Ismunandar Cs menjalani sidang lanjutannya. 

Mereka adalah Bupati Kutim nonaktif Ismunandar, Mantan Ketua DPRD Kutim Encek UR Firgasih, Kepala Bapenda Musyaffa, Kepala BPKAD Suriansyah, dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Aswandini. 

Lima aktor intelektual ini didakwa sebab menerima suap berupa uang maupun barang dari para rekanan swasta, dengan nilai keseluruhan berjumlah Rp22 miliar. Timbal balik dari sogokan yang diterima, mereka menghadiahi para rekanan swasta berupa paket pekerjaan proyek infrastruktur. 

Kelima pejabat tinggi Kutim itu, saat ini tengah ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK di Jakarta. Mereka dihadirkan secara bersamaan dalam sidang dengan agenda pemeriksaan keterangan saksi yang berlangsung via daring. 

JPU KPK menghadirkan dua saksi yang mengetahui persis perihal tindakan suap yang dilakukan Aditya Maharani, selaku Direktur PT Turangga Triditya Perkasa kepada para terdakwa

Dua saksi yang dihadirkan itu adalah Lila Mei Puspitasari, staf di perusahaan kontraktor milik Aditya Maharani Yuono, dan Sesthy Saring Bumbungan, pemilik CV Bulanta. 

Perusahaan milik Sesthy digunakan oleh Aditya Maharani Yuono untuk mengerjakan sejumlah proyek infrastruktur Pemkab Kutim. Keduanya dimintai kesaksiannya untuk tiga berkas perkara dari lima terdakwa sekaligus. 

Di awal persidangan, majelis hakim yang dipimpin oleh Agung Sulistiyono didampingi hakim anggota Joni Kondolele dan Ukar Priyambodo, lebih dulu meminta keterangan Lila atas kesaksiannya. 

Lila diminta menyampaikan sepengetahuannya sebagai staf, terkait berapa jumlah bendera perusahaan yang digunakan oleh Aditya Maharani Yuono dalam mengerjakan proyek Pemkab Kutim. 

Kepada majelis hakim, Lila pun menyampaikan ada empat perusahaan yang digunakan Aditya Maharani Yuono untuk mengerjakan sejumlah proyek. Di antaranya CV Bulanta. 

Bendera perusahaan ini digunakan untuk pengerjaan proyek pembangunan Kantor Polsek Kecamatan Teluk Pandan dengan nilai Rp1,8 miliar. Kemudian pembangunan jalan poros Kecamatan Rantau Pulung senilai Rp9,6 miliar. 

Selanjutnya CV Permata Group. Perusahaan ini digunakan Aditya Maharani guna mengerjakan embung di Desa Maloy, Kecamatan Sangkulirang, dengan nilai proyeknya Rp8,3 miliar. Namun nilai proyek itu mengalami pemotongan 50 persen dari Pemkab Kutim guna penanganan Covid-19. Sehingga nilainya menjadi Rp4 miliar. 

Kemudian ada CV Bebika, digunakan oleh Aditya Maharani untuk mengerjakan proyek pembangunan Rutan Polres Kutai Timur dengan nilai Rp1,7 miliar. Dan terakhir CV Pesona Gemilang, digunakan untuk mengerjakan proyek pemasangan LPJU di Jalan APT Pranoto, Sangata dengan nilai Rp1,9 miliar.

Selain itu, Lila juga mengatakan, dirinya pernah ditugaskan oleh bosnya untuk memberikan uang yang terbungkus dalam amplop kepada koordinator lelang. Untuk jumlah uangnya, Lila tak mengetahui pasti. 

Lila juga turut diperintahkan oleh Aditya Maharani Yuono untuk memberikan uang sebesar Rp2 juta kepada salah satu staf di Dinas PU. Pemberian ini terkait proses pengurusan lelang pengadaan pembangunan Embung di Desa Maloy, Kecamatan Sangkulirang. 

26 Juni 2020, Lila ditugaskan untuk menarik uang sebesar Rp612 juta. Uang itu merupakan hasil pencarian proyek pembangunan Polsek Teluk Pandan. Uang itu kemudian diperintahkan Aditya Maharani Yuono untuk Lila kirimkan ke sejumlah rekening, di antaranya ada nama Bupati Kutim, Ismunandar. Uang yang ditransfer kala itu sebesar Rp100 juta. 

Selain Bupati Kutim Ismunandar, ada pula nama Sesthy selaku direktur CV Bulanta yang ditransfer uang sebesar Rp150 juta. Lila juga mengaku, telah diperintahkan Aditya Maharani Yuono untuk memberikan uang sebesar Rp550 juta kepada Suriansyah. Uang itu diberikan melalui salah satu staf BPKAD Kutim pada 11 Juni. 

Selain kedua nama tersebut, ada pula nama Aswandini. Lila mengakui pernah diperintahkan Aditya Maharani untuk mentransfer uang kepada Kepala Dinas PU itu beberapa kali. Uangnya dikisar Rp20 juta hingga Rp100 juta. 

Lila mengatakan, dirinya tidak pernah diperintahkan Aditya Maharani Yuono untuk memberikan uang kepada Encek UR Firgasih maupun kepada Musyaffa. 

“Saya hanya pernah disuruh belikan karangan bunga ucapan selamat ulang tahun untuk ibu Encek,” ucapnya. 

Sementara itu, setiap pencairan termin, pihak yang dipinjam bendera perusahaannya oleh Aditya Maharani akan mendapatkan 2,5 persen dari harga proyeknya. 

Contohnya, untuk pembangunan Polsek Teluk Pandan, direktur CV Bulanta hanya mendapatkan Rp30 juta. Sedangkan untuk pembangunan Jalan Poros Kecamatan Rantau, direktur CV Bulanta mendapatkan Rp215 juta. 

Selanjutnya, JPU menghadirkan Sesthy Saring Bumbungan, direktur CV Bulanta. Dia dihadirkan untuk dimintai keterangannya terkait peminjaman bendera perusahaan kepada Aditya Maharani Yuono. Sedikitnya ada sembilan proyek dengan nilai Rp10 miliar yang dikerjakan Aditya Maharani menggunakan perusahaan miliknya. 

Dia mengaku tak mengetahui bagaimana cara Aditya Maharani Yuono bisa mendapatkan proyek sebegitu banyaknya, dengan menggunakan nama perusahaannya. 

Dari sembilan proyek, lanjut Sesthy mengatakan, lima di antaranya dia kerjakan bersama Aditya Maharani Yuono bersama-sama atas nama CV Bulanta. Namun untuk empat proyek lainnya, Aditya Maharani Yuono hanya meminjam nama perusahaan saja. 

“Untuk empat proyek ini, saya tidak ikut mengerjakan. Aditya hanya meminjam nama perusahaan, sedangkan saya mendapatkan fee 2,5 persen dari nilai proyeknya,” ungkapnya. 

Sesthy mengaku mengetahui, Aditya Maharani Yuono memberikan komitmen fee kepada pejabat Pemkab Kutim. Adapun dari pengakuan Aditya Maharani Yuono kepada dirinya, komitmen fee itu sebesar 10 persen dari nilai proyek yang dikerjakan. 

“Saya biasanya akan mengirimkan invoice kepada Aditya Maharani, kalau sudah pencairan dana proyeknya. Kemudian saudara Lila yang biasa mentransfer ke saya,” ungkapnya 

“Saya mau-mau saja bekerja sama dengan saudara Aditya. Karena selama ini berjalan lancar saja, dengan proyek yang dikerjakan,” sambungnya. 

Sesthy mengaku pernah diperintahkan oleh Aditya Maharani untuk memberikan uang yang dikemas dalam amplop cokelat kepada seorang bernama Haris sebagai PPK. 

“Saya hanya disuruh memberikan, setelah itu saya laporkan ke saudara Aditya,” ucapnya. 

Usai mendengarkan keterangan dari kedua terdakwa, Majelis Hakim kemudian menutup persidangan dan akan dilanjutkan kembali pada Senin (30/11/2020) mendatang. (tim redaksi Diksi) 

 

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews