Minggu, 6 Oktober 2024

Gejolak Penolakan di Inventarisasi Aset Daerah Bantaran SKM, Pemkot Samarinda Sebut Miliki Dasar Dokumen dan Ikuti Prosedur

Koresponden:
Muhammad Zulkifly
Kamis, 17 Februari 2022 8:27

FOTO 2 : Arif Surochman (kiri) Plh Asisten I Pemkot Samarinda saat menjumpai awak media memberikan kalrifikasinya bahwa inventarisasi aset yang hendak dilakukan sudah sesuai dengan prosedur/ Diksi.co

DIKSI.CO, SAMARINDA - Inventarisasi aset daerah yang digencarkan Pemkot Samarinda, Kalimantan Timur rupanya tak selalu berjalan mulus. 

Seperti upaya mengambil alih aset lahan seluas 84 meter persegi yang dihuni warga bernama Madjiarti di daerah bantaran Sungai Karang Mumus (SKM) Jalan Tarmidi dan Danau Semayang, Kelurahan Sungai Pinang Luar, Kecamatan Samarinda kota yang menuai gejolak penolakan.

Bahkan upaya inventarisasi aset tersebut dikatakan masuk dalam upaya penggusuran paksa oleh pemerintah kepada Madjiarti yang menghuni lahan tersebut. 

"Jadi agenda hari ini kami mengajukan keberatan terhadap perintah pembongkaran bangunan dari Pemkot Samarinda, dan menurut kami itu adalah penggusuran paksa," ucap Kuasa Hukum Madjiarti, Mangara Tua Silaban dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda saat dijumpai, Kamis (17/2/2022).

Lanjut dijelaskan Mangara Tua Silaban, bentuk upaya penggusuran paksa yang akan dilakukan Pemkot Samarinda adalah memindahkan Madjiarti tanpa adanya persetujuan terlebih dulu dari warga yang menghuni lahan tersebut. 

"Memindahkan orang dari tempat tinggalnya tanpa persetujuan itu adalah bentuk penggusuran paksa. Jadi kami tidak hanya menganggap ini sebagai bentuk pelanggaran HAM tapi juga ada banyak pelanggaran administrasi atau mal administrasi yang dilakukan pemkot melalui Kecamatan Samarinda Kota dan Kelurahan Sungai Pinang Luar," bebernya. 

Lebih lanjut dijelaskannya, penggusuran paksa itu lebih terlihat jelas ketika Pemkot Samarinda memberikan surat peringatan satu dan dua secara bersamaan. 

Yang mana semestinya, hal tersebut seharusnya dilakukan secara bertahap dan dinilai LBH Samarinda juga sebagai bentuk manipulatif. 

"Karena di tanggal yang diterima klien kami itu pada 7 Februari padahal di suratnya tertulis 25 Januari," tegasnya. 

Selain manipulatif, dijelaskan juga banyak pelanggaran yang dilakukan Pemkot Samarinda seperti maladministrasi yang tidak menyebutkan dasar aturan hukum dan nama penerima. 

"Bahkan tidak disebutkan jalan mana, RT berapa, ukurannya berapa, itu tidak disebutkan. Padahal itu ada di peraturan undang-undang," tekannya. 

Saat ditanya lebih jauh mengenai status lahan yang dihuni kliennya tersebut, Mangara Tua Silaban menjawab bahwa Madjiarti mendapatkan lahan tersebut dari hibah keluarganya dan telah menghuni kawasan itu sejak tahun 1977 silam. 

Lantaran dinilai inventarisasi aset yang  dilakukan Pemkot Samarinda tak memiliki dasar aturan yang kongkret, maka Madjiarti didampingi anaknya dan kuasa hukum dari LBH Samarinda melayangkan surat keberatannya.

"Ini adalah upaya keberatan kami, dan apabila tidak mendapatkan penyelesaian dari pihak Pemkot (Samarinda) maka akan kami ajukan gugatan melawan hukum oleh pemerintah kota," terangnya. 

Pernyataan yang diutarakan LBH Samarinda itu pun dengan cepat dijawab dan disanggah oleh Pemkot Samarinda, melalui Arif Surochman Plh Asisten I.

Kepada awak media, Arif Surochman menjelaskan bahwa Pemkot Samarinda memiliki dokumen sebagai dasar pengakusisian aset daerah tersebut, dan pelayangkan surat peringatan pun mencatat alamat yang jelas untuk dilakukan inventarisasi.

"Jadi langkah Pemkot sejatinya sudah melalui SOP yang benar, dan untuk mengamankannya dokumen juga sudah disampaikan. Jadi sekian tahun dikuasai, sekarang kita mau menginventarisasi aset Pemkot kembali untuk digunakan kepentingan yang lebih luas bagi masyarakat," ucap Arif Surochman yang juga menjabat posisi definitif Kabag Pemerintahan. 

Dikisahkan juga oleh Arif Surochman, dahulunya lahan yang dihuni Madjiarti itu berstatus tanah desa yang digunakan oleh kantor kelurahan setempat. 

Kemudian, hibah yang diklaim sebagai dasar kepemilikan lahan oleh Madjiarti itu pun disanggah Arif Surochman. Sebab menurutnya, mekanisme hibah dilakukan oleh pejabat yang tidak lagi berkompeten pada tahun tersebut. 

"Dalam hal ini lurah membuat surat hibah kepada yang bersangkutan (Madjiarti) sudah tidak lagi berkompeten dan tidak berstatus sebagai pejabat pada saat itu. Nanti bisa dicek di register suratnya," tegas Arif Surochman.

Tak berhenti sampai di situ, Arif Surochman juga menepis adanya upaya penggusuran paksa sebab surat peringatan telah dilayangkan secara bertahap sebanyak tiga kali. 

"Pertama kami layangkan surat itu pada 7 Januari 2022. Kemudian seminggu selanjutnya kami layangkan surat kedua pada 13 Januari dan terakhir pada 25 Januari dengan tenggat waktu mengosongkan lahan itu selama tiga bulan ke depan, yang mana jatuh temponya pada 23 April 2022," bebernya. 

Bila waktu yang ditetapkan lahan tak juga dikosongkan, maka Pemkot Samarinda menegaskan tetap akan melakukan penertiban.

"Tidak ada perubahan, tetap akan dilakukan penertiban. Tidak ada juga bentuk tali asih karena yang bersangkutan sudah lama mendiami lahan tersebut. Jika nantinya akan melakukan gugatan dan upaya hukum, kami tentunya siap menghadapi dan mempersiapkan semua yang dibutuhkan untuk menjawab gugatan tersebut," pungkasnya. (tim redaksi Diksi) 

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews