"Karena di tanggal yang diterima klien kami itu pada 7 Februari padahal di suratnya tertulis 25 Januari," tegasnya.
Selain manipulatif, dijelaskan juga banyak pelanggaran yang dilakukan Pemkot Samarinda seperti maladministrasi yang tidak menyebutkan dasar aturan hukum dan nama penerima.
"Bahkan tidak disebutkan jalan mana, RT berapa, ukurannya berapa, itu tidak disebutkan. Padahal itu ada di peraturan undang-undang," tekannya.
Saat ditanya lebih jauh mengenai status lahan yang dihuni kliennya tersebut, Mangara Tua Silaban menjawab bahwa Madjiarti mendapatkan lahan tersebut dari hibah keluarganya dan telah menghuni kawasan itu sejak tahun 1977 silam.
Lantaran dinilai inventarisasi aset yang dilakukan Pemkot Samarinda tak memiliki dasar aturan yang kongkret, maka Madjiarti didampingi anaknya dan kuasa hukum dari LBH Samarinda melayangkan surat keberatannya.
"Ini adalah upaya keberatan kami, dan apabila tidak mendapatkan penyelesaian dari pihak Pemkot (Samarinda) maka akan kami ajukan gugatan melawan hukum oleh pemerintah kota," terangnya.
Pernyataan yang diutarakan LBH Samarinda itu pun dengan cepat dijawab dan disanggah oleh Pemkot Samarinda, melalui Arif Surochman Plh Asisten I.
Kepada awak media, Arif Surochman menjelaskan bahwa Pemkot Samarinda memiliki dokumen sebagai dasar pengakusisian aset daerah tersebut, dan pelayangkan surat peringatan pun mencatat alamat yang jelas untuk dilakukan inventarisasi.