Oleh sebab itu menurut Joni, pelaksanaan ETLE di daerah harus dievaluasi kembali. Sebab pelaksanaan tilang elektrik sebagaimana yang tertuang dalam putusan telegram Nomor: ST/2264/X/HUM.3.4.5./2022, per tanggal 18 Oktober 2022, yang ditandatangani Kakorlantas Polri Irjen Firman Shantyabudi atas nama Kapolri itu belum siap dipukul rata di setiap daerah.
“Pelaksanaan kebijakan ETLE ini perlu penggunaan dana yang cukup besar ya, khususnya terkait fasilitas yang dibutuhkan. Sejatinya boleh saja itu dilakukan akan tetapi, kalau misalnya fasilitas belum siap jadi lebih baiknya jangan,” tekannya lagi.
Tambahnya, jika kebijakan itu dipaksa dilakukan diseluruh wilayah di Indonesia tentunya akan menimbulkan kerancuan hukum. Khususnya bagi daerah di pelosok nusantara yang masih minim fasilitas penunjang kebijakan ETLE.
“Misalnya begini, ada masyarakat yang melanggar tapi polisi bingung karena tidak bisa melakukan tilang manual. Mau melakukan tilang elektrik tapi belum bisa. Ini rancu dan menimbulkan kebingungan pastinya,” kritik Joni.
Jangankan di daerah pelosok, masih kata Joni, untuk Samarinda pun sejatinya masih dinilai belum siap melaksanakan kebijakan ETLE tersebut.
“Di Samarinda aja saya belum melihat kelengkapannya, apalagi di daerah yang lain dan ini juga kritik bagi kepolisian. Sebetulnya kebijakan ini bagus, tapi tolong sekali lagi harus diimbangi dengan fasilitas yang bagus. Karena tanpa fasilitas yang lengkap itu saya rasa hanya berlaku di kota besar saja. Kita mendukung tapi dengan catatan,” pungkasnya. (Advertorial)