Rupang pun mempertanyakan, mengenai pemberi wewenang mengizinkan membuka lubang bekas tambang sebagai lokasi wisata. Apakah itu merupakan diskresi atau kebebeasan keputusan sendiri dari Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim.
Sebab, isu yang berkembang sekarang ialah menjadikan lubang bekas galian batu bara sebagai lokasi wisata, irigasi, budi daya ikan hingga sumber air.
Perlu diingat, dari 39 korban, 33-nya merupakan anak-anak dan sisanya dewasa.
“Ini kan miris. Belum ada setahun revisi UU Minerba disahkan, sudah makan korban lagi,” sebutnya.
Menurut Rupang, alih fungsi lubang eks tambang menjadi lokasi wisata itu sangat berbahaya. Buktinya sudah ada, di Paser dua remaja kehilangan nyawa.
Masih menukil data Jatam Kaltim, setidaknya ada 1.735 lubang bekas tambang batu bara menganga. Ribuan lubang-lubang itu tersebar di berbagai kabupaten/kota di Kaltim. Kabupaten Kutai Kartanegara paling banyak.
Data Jatam Kaltim menyebut di Kukar terdapat 842 lubang. Lalu Kota Tepian Samarinda menyusul dengan 349 lubang, sementara di Kabupaten Kutai Timur terdapat 223 lubang. Lubang-lubang tersebut merupakan eks tambang maupun tambang yang saat ini masih berproduksi.
“Statistik keselamatan publik dari ancaman lubang bekas tambang di Kaltim saat ini menurun. Saya pun ragu kepemimpinan Gubernur Kaltim (Isran Noor) saat ini mempunyai komitmen untuk memastikan keselamatan anak-anak di Kaltim dari bahaya lubang tambang,” tegasnya.
Terpisah, Putu Budi anggota Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops) BPDB Paser menerangkan kedua korban tersebut berinisial MR (14) dan MAP (14).
Keduanya tewas tenggelam di lubang bekas tambang pada Minggu, 6 September 2020 lalu. Persisnya di lokasi Desa Krayan Makmur, Kecamatan Long Ikis, Kabupaten Paser.