DIKSI.CO, SAMARINDA - Geliat emas hitam semakin menjadi-jadi di ibu kota Benua Etam. Selain di sekitar wilayah pemakaman Covid-19 Samarinda, aktivitas ilegal minning juga terjadi dibibir Jalan Sukorejo, RT 42, Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara.
Dari pantauan media ini pada Selasa (9/3/2021) sore tadi, aktivitas pengerukan emas hitam itu terjadi tepat di bibir jalan. Bahkan para pekerjanya tak lagi malu melakukan aktivitas di pagi dan siang hari.
Konsesi pengerukan ini pun nampak begitu jelas dan berada di area pemukiman warga. Bahkan tepat bersisian dengan kebun warga sekitar yang hanya pasrah melihat tangan besi ekskavator mengupas lapisan tanah.
"Kalau kegiatan itu sejak Oktober 2020. Itu pada saat harganya lagi naik. Awalnya di area belakang (bukit) sini," kata Hery warga sekitar yang rumahnya hanya berjarak 100 meter dari kawasan tambang ilegal.
Namun semenjak awal Maret lalu, lanjut Hery, tambang ilegal merambah hingga ke area depan yakni di bibir Jalan Sukorejo.
"Lahan saya juga kena. Waktu itu saya lagi ke Kalsel (Kalimantan Selatan). Pas pulang tiba-tiba tanaman saya sudah hancur. Pas saya cek ternyata habis dilalui truk ini (tambang batu bara)," bebernya.
Meski dampak lingkungan dari aktivitas tersebut belum dirasakan secara langsung oleh warga sekitar. Hanya saja menutur Hery, dampak lingkungan dari ilegal minning tersebut sudah mulai dirasakan oleh warga kawasan Gunung Kapur. Sebab, kawasan yang ditambang termasuk daerah aliran sungai yang menuju Jalan Gunung Kapur.
"Di sana itu (Gunung Kapur) sekarang banjir terus. Dulu pernah ditinggikan jadi berhenti banjirnya. Tapi sejak ada ini (aktivitas tambang) di sana banjir lagi," kata Hery.
"Sebetulnya ini tanggung jawab negara. Ini kan sudah tau ilegal, silahkan petugas atau aparat bergerak," kata Hery lagi.
Pengangkutan emas hitam dilakukan setiap sekali seminggu saat bulan menampak dirinya. Akan tetapi jika hari masih siang, para pekerja hanya sekadar mencari kerukam emas hitam.
"Awalnya sedikit-sedikit mereka pakai karung. Tapi lama-lama sekaligus banyak. Katanya rugi kalau ambil sedikit sedikit. Jadi langsung sekali banyak, hanya risikonya keliatan orang," bebernya.
Ditanya siapa yang mengerjakan pertambangan tak berizin ini, Hery tidak mengetahui secara pasti. Hanya sebatas nama saja. Yakni Antoni. Itu pun diketahuinya ketika lahan miliknya untuk tanaman herbal dilintasi alat berat.
"Saya tahunya pak yang kerjain ini Pak Antoni. Taunya pas nabrak lahan saya, dan dikasih nomor namanya," tukasnya.
Terpisah, Ketua RT 42 Paino yang juga dikonfirmasi mengaku tidak tahu menahu siapa dan bagaimana perizinan tambang yang tak jauh dari rumahnya tersebut. Sebab, sejak adanya tambang, dirinya tidak pernah berbicara dengan para pekerja maupun pemilik lahannya.
"Saya tidak tahu, karena tidak pernah koordinasi dengan RT. Sudah lama tambangnya, mulai dari tempat (lahan) Agus terus merambat ke sana-sana, yang pinggir jalan itu punya Pak Tamin. Nggak tau juga hitungannya bagaimana," jelasnya.
Paino membeberkan jika tiga hari lalu Tamin sempat menyambangi kediamannya. Meminta surat pengantar untuk mengurus izin galian C. Diduga, izin tersebut nantinya akan menjadi dalih semata untuk tetap dapat mengeruk emas hitam.
"Dia minta pengantar dengan saya untuk galian C. Saya tadi sudah koordinasi dengan Pak Lurah. Ditanya masalah lokasi batu bara. Saya juga nggak bisa melarang, kalau melarang terus ada yang izinkan, yah nggak enak saya. Yang penting kalau ada apa-apa, saya nggak tanggung jawab," pungkasnya. (tim redaksi Diksi)