"Sehingga 84,1% responden menilai dibutuhkan kebijakan affirmatif action yang mendorong kemajuan kiprah perempuan. Situasi aman bagi perempuan untuk berkiprah di perguruan tinggi memerlukan ruang aman, salah satunya terkait kasus kekerasan seksual yang terjadi 36,4 % menilai belum ada penanganan serius atas kasus kekerasan seksual, selain 44,7% menganggap penanganan yang sudah dilakukan belum secara maksimal," bebernya.
Kemudian, sebanyak 72,7% responden menganggap perlu muncul kepemimpian perempuan di Universitas Mulawarman. Kepemimpinan perempuan pun dianggap akan lebih detil dan telaten 49,2% perempuan cerdas, strategis 20,5%, Lebih enak dan berkomunikasi, 15,%, sabar dan keibuan 10,6% serta tegas dan mengayomi.
Keberadaan kepemimpinan perempuan bagi mayoritas responden sebanyak 57,6% tidak ada yang perlu dikhawatirkan, sedangkan responden yang lain memberikan catatan beberapa terhadap kepemimpian perempuan perlu mengatasi penilaian jika pemimpin dianggap kurang tegas, bertele-tele, kurang menguasai lapangan, dan kurang bisa memandang jauh kedepan.
Langkah-langkah kebijakan affirmatif action bagi partisipasi akademisi perempuan perlu dilakukan menurut responden karena secara faktual kepemimpinan perempuan di Universitas Mulawarman masih minim, yang dipengaruhi sebab terbiasa dipimpin laki-laki 40,2% selain akademisi perempuan tidak ada yang mencalonkan diri untuk memimpin universitas.
"Perguruan Tinggi sebagai institusi Pendidikan harus membangun system yang memberikan ruang kemajuan bagi perempuan," katanya. (tim redaksi Diksi)