AJI menyebut, jika tak ada jaminan pelakunya diproses tentu menjadi preseden buruk dan bisa berulang di kemudian hari. Artinya, kebebasan pers dalam ancaman bahaya.
Kekerasan fisik dan intimidasi terhadap pers salah satu pertanda gagalnya negara menjamin kebebasan pers dalam mencari dan menyebarkan informasi.
Kekerasan fisik dan intimidasi terhadap pewarta bisa diproses pidana karena secara nyata dan terbuka menghalangi-halangi kerja-kerja pers.
Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 40/1999 tentang Pers, "Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda sebanyak Rp 500 juta".
“Setiap orang dalam pasal itu termasuk polisi," rilis AJI dalam siaran persnya.
Lebih jauh, AJI Balikpapan terus mendampingi para jurnalis yang menjadi korban kekerasan, termasuk dalam hal pelaporan polisi.
AJI Balikpapan mencatat, soal kekerasan fisik, sepanjang April 2019-Mei 2020, ada 31 kasus yang dilakukan oleh anggota Polri.
Dua momen kekerasan terjadi ketika jurnalis meliput demonstrasi besar di bulan Mei dan September tahun lalu. Ditarik lebih jauh, medio 2006-September 2020, AJI mencatat ada 785 jurnalis jadi korban kekerasan.