Evaluasi sudah disampaikan ke tiga kabupaten/kota tersebut. Menurut Sa'duddin evaluasi yang diberikan tidak banyak, hanya berkaitan dengan kesesuaian pontensi pendapatan dan belanja di APBD daerah.
"Terutama pendapatan transfer pada saat awal, ketika belum ada APBN kan hanya perkiraan. Setelah ada Undang-Undang APBN, sudah terinci di situ misalnya Kutai Barat, DBH-nya berapa sudah di situ itu perlu dievaluasi," paparnya.
Belanja mandatori juga jadi perhatian Pemprov Kaltim.
"Belanja mandatori spending pendidikan apakah mencapai 20 persen kemudian kesehatan apakaj mencapai 10 persen, SDA ada juga," tegasnya.
Hingga saat ini, baru 9 kabupaten/kota yang menyerahkan dokumen APBD 2022.
Sementara PPU hingga kini belum menyerahkan dokumen APBD-nya. (tim redaksi Diksi)