DIKSI.CO, SAMARINDA - Upaya perlawanan hukum tersangka Iwan Rahman yang menempuh praperadilan rupanya telah terdaftar di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda pada Rabu (24/2/2021) dengan Nomor Perkara 4/Pid.Pra/2021/PN Smr.
Perlawanan dilakukan Iwan Ratman tepat ketika Tim Penyidik Kejati Kaltim melakukan penggeledahan di kantor dan kediamannya pada lawatan pertama tim Korps Adhyaksa.
Dari balik sel tahanan Mapolresta Samarinda, ia menganggap penetapan tersangka oleh Kejati Kaltim tidak sesuai dengan mekanisme hukum.
Dikonfirmasi mengenai pengajuan praperadilan Iwan Ratman, Juru Bicara Hakim PN Samarinda, Nyoto membenarkan telah menerima pengajuan tersebut.
“Iya sudah kami terima. Untuk sidangnya akan dimulai Senin (15/3/2021) nanti. Masih dua Minggu lagi,” ungkapnya saat dikonfirmasi, Jumat (26/2/2021) sore tadi.
“Intinya itu terkait menuntut surat perintah penyidikan dari Kepala Kejaksaan Tinggi Kaltim, dengan dugaan korupsi di PT MGRM Kabupaten Kukar itu tidak sah,” sambung Nyoto.
Disampaikan lebih lanjut oleh Nyoto, kalau Iwan dalam pengajuan praperadilan-nya meminta hakim mengabulkan permohonannya dan menyatakan Surat Perintah Penyidikan dari Kepala Kejati Kaltim, dengan No.Print 01/O.4/Fd.1/01/2021 tanggal 22 Januari 2021 itu, tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum.
Dalam isi surat perintah penyidikan itu berbunyi, adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan aset pada Perusda PT MGRM Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2018-2020. Atas dasar itu, Iwan menuntut agar penetapan tersangka kepada dirinya tidak sah, tidak berdasar hukum, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Lalu menyatakan serangkaian penyidikan yang dilakukan oleh termohon Kajati, terkait tindak pidana korupsi keuangan aset pada PT MGRM, disebut tidak berdasarkan hukum,” beber Nyoto.
Selain itu, Iwan dalam hal ini sebagai pihak pemohon, meminta agar hakim menyatakan seluruh rangkaian penyidikan yang dilakukan oleh Kejati Kaltim adalah tidak sah, tidak berdasar hukum, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Di dalam poin pengajuannya, pemohon menyatakan penetapan tersangka terhadap Pemohon oleh Termohon, adalah tidak sah, tidak berdasar hukum, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Dan menyatakan penetapan tersangka terhadap pemohon dari termohon itu tidak sah. Dan tidak memiliki hukum yang mengikat,” jelasnya.
Ditambahkan Nyoto, Iwan turut menyatakan, bahwa penahanan Pemohon oleh Termohon berdasarkan Surat Perintah Penahanan No.Print.01/O.4.5/Fd.1/02/2021 tanggal 18 Februari 2021 adalah tidak sah, tidak berdasar hukum, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Serta meminta Hakim untuk memerintahkan Termohon segera menghentikan tindakan penyidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan/asset pada Perseroda PT MGRM Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2018-2020.
“Lalu memerintahkan Termohon (kejati Kaltim) untuk mencabut status Tersangka dan mengeluarkan Pemohon dari rumah tahanan negara serta merehabilitasi nama baik Pemohon,” imbuhnya.
Selain mengajukan pembatalan penetapan tersangka serta penahanan di Praperadilan. Iwan juga meminta agar hakim memerintahkan Kejati Kaltim membayar ganti kerugian materiil. Karena pemohon dalam hal ini Iwan Ratman, merasa kehilangan pendapatannya senilai Rp100 juta. Dan meminta ganti kerugian immateril yang jika dinilaikan dengan uang, sebesar Rp10 miliar.
“Menghukum Termohon untuk membayar ganti kerugian materi sebesar Rp 100 juta. Lalu immaterial Rp 10 miliar. Jadi intinya sih itu, terkait penetapan tersangka dan Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) lebih jelasnya,” tutupnya. (tim redaksi Diksi)