Jumat, 25 Oktober 2024

Spanduk dengan Narasi Tendensius Tersebar di Ruas Jalan Kota Tepian, Bisa Terancam Pidana

Koresponden:
Alamin

Spanduk tendensius yang tersebar di Jalan Kota Samarinda terkait ajakan memilih kotak kosong pada Pilkada 2024/ist

DIKSI.CO, SAMARINDA - Sejumlah pengguna jalan menyoroti spanduk memilih kotak kosong yang tersebar di ruas jalan Kota Tepian.

Bentangan baliho yang terpasang tersebut muatan narasi tendensius

Selain itu, spanduk berukuran 1x3 meter bertulisan memilih kotak kosong juga diduga melanggar ketentuan administrasi hingga dugaan ancaman pidana.

Spanduk yang terpasang di Jalan Pahlawan dan Jalan Dr Soetomo itu memuat dua gambar surat suara yang mana nomor 1 berisi kolom kosong, dan mengajak masyarakat memilih kolom tersebut. Disampingnya, pada kolom nomor 2 terlihat karikatur pasangan calon tertentu.

Bahkan dalam narasi spanduk, termuat tulisan 'Kami Pilih Kota Kosong...Karena Kotak Kosong, Jujur, Adil, Tidak Sombong dan Tidak Arogan, Tidak Korupsi, Tidak Omong Kosong, Bukan Penjahat Demokrasi'.

"Kalau terkait narasi di dalam spanduk, bisa disebut tendensius," ucap Komisioner Bawaslu Samarinda, Imam Sutanto, Kamis (24/10/2024).

Selain menilai muatan tendensius, Imam juga memastikan kalau langkah pemasangan baliho itu tidak memiliki legal standing dari kacamata hukum dan aturan.

"Meski kita bisa anggap itu hak politik warga negara tapi tentu itu tidak ada legal standingnya," tegas Imam.

Meski spanduk bernarasi tendensius dan tak memiliki legal standing, namun Bawaslu Samarinda mengaku tak bisa membendung tindakan pemasangan baliho. Sebab hal itu juga dinilai sebagai aspirasi masyarakat.

"Siapa yang bisa larangan karena kita engga tahu pasti mereka (yang pasang) siapa, ide siapa, kan begitu. Tapi kalau dipasang dihalaman orang, tentu itu harus ada izin dan lainnya," kata Imam.

"Tapi dalam hal ini, kalau kita berkoordinasi dengan Satpol-PP kita minta itu tertibkan. Itu jelas engga punya legal, apalagi kita engga tahu mereka siapa," tegas Imam lagi.

Selain Imam, dikesempatan yang sama Ketua Bawaslu Samarinda Abdul Muin juga memberi penilaian yang tak jauh berbeda. Kata dia, narasi tendensius yang termuat di dalam spanduk bisa dikategorikan negative campaign.

Terlebih muatan narasi spanduk diduga melanggar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Dalam pasal 69 tentang Kampanye Dilarang;

a. mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, Calon Wakil Walikota, dan/atau Partai Politik;

c. melakukan Kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu
domba Partai Politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat;

d. menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan ataumenganjurkan penggunaan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau Partai Politik;
e. mengganggu keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum;

Selain itu, spanduk bernarasi tendensius itu juga diduga kuat melanggar Pasal 187 ayat (2) ; Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf f dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit, Rp600.000.00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak
Rp6.000.000.00 (enam juta rupiah).

"Bisa kita kategorikan negative campaign," tegas Abdul Muin.

Negative campaign jelas Abdul Muin bisa disamakan dengan black campaign. Karena narasi yang dimuat dalam spanduk bermuatan hal tendensius, dan berpotensi merugikan pasangan calon yang sedang berkontestasi.

"Karena kalau lebih ke arah fitnah yang tidak berdasarkan fakta yang ada dan cenderung mendeskriditkan calon tertentu, bisa disebut negative campaign," terangnya.

Meski demikian, Abdul Muin mengaku kalau untuk penerapan hukum pada pihak yang memasang spanduk juga cukup sukar dilakukan. Sebab aturannya, diperlukan kajian dan analisa mendalam, sebelum ditentukan masuk dalam ranah pelanggaran hukum atau tidak.

"Karena secara aturan, semua sudah ditentukan tempatnya (pemasangan spanduk dan prasarana pilkada). Jadi kalau ada ditemukan yang tidak sesuai bisa langsung diterbitkan oleh Satpol-PP (yang melalui koordinasi dengan Bawaslu Samarinda)," pungkasnya. (*)

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews