DIKSI.CO, SAMARINDA - Sidang perkara rasuah Perusahaan Daerah (Perusda) PT Mahakam Gerbang Raja Migas (PT MGRM) milik Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara akan kembali digelar secara daring di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, Kamis (19/8/2021) esok hari.
Diketahui sidangan yang masih beragendakan pemeriksaan saksi ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zaenurofiq dari Kejaksaan Tinggi Kaltim berencana akan kembali menghadirkan tiga orang dari internal di PT MGRM.
Ketiga orang saksi itu disebutkannya mengetahui perihal rencana terdakwa Iwan Ratman yang kala itu menjabat sebagai Direktur Utama di PT MGRM, hendak membangun tangki timbun dan terminal bahan bakar minyak (BBM).
Namun pengerjaannya urung terlaksana lantaran terdakwa secara diam-diam telah mengalirkan unggaran PT MGRM sebesar Rp50 miliar ke PT Petro T&C Internasional.
Dengan dalih kerjasama ataupun penanaman investasi ke perusahaan swasta bentukannya yang bernama PT Petro T&C.
Rofiq sapaan karibnya mengatakan, di dalam persidangan akan mengejar pernyataan ketiga saksi mengenai rencana kerja PT MGRM membangun tangki timbun dan terminal BBM telah sesuai rencana atau tidak.
"Lalu mengenai penanaman investasi proyeknya itu bagaimana, sebenarnya memang ada apa nggak. Terus poryeknya ini beneran ada juga apa nggak. Artinya apakah sudah berjalan," ungkapnya ketika dikonfirmasi Rabu (18/8/2021) siang tadi.
Rofiq tidak akan mempertanyakan perihal aliran dana kepada saksi lainnya. Pasalnya hal itu sudah terang benderang disampaikan oleh lima saksi yang telah dihadirkan di persidangan sebelumnya.
"Kalau mengenai aliran uangnya kemana kan sudah jelas.Uang yang dialirkan itu ada Rp10 miliar kemudian Rp 40 miliar ke rekening PT Petro T&C Internasional, seperti yang sudah disampaikan oleh saksi pemegang saham sebelumnya," terangnya.
Menurutnya kasus rasuah di PT MGRM ini hampir serupa mengenai motif pengalihan anggaran, dengan apa yang terjadi didalam kasus korupsi PT AKU. Yakni tanpa sepengetahuan atau persetujuan para pemegang saham ataupun melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
"Kasusnya hampir sama kayak kasus korupsi di PT AKU. Lebih pada mekanisme pengalihan anggaran itu sudah sesuai prosedur atau belum. Itu aja," tandasnya.
Seperti diketahui, Iwan Ratman didakwa melakukan tindak pidana korupsi pengerjaan proyek fiktif pembangunan tangki timbun dan terminal bahan bakar minyak (BBM) mengakibatkan negara menderita kerugian sebesar Rp50 miliar.
Proyek pembangunan tangki timbun dan terminal BBM itu rencananya dibangun di Samboja, Balikpapan, dan Cirebon. Namun pekerjaan itu tak kunjung terlaksana. Iwan Ratman lantas dituduh menilap uang proyek sebesar Rp50 miliar dengan cara dialirkan ke perusahaan swasta miliknya.
Seperti diketahui, mantan TOP CEO BUMD itu telah didakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, hingga sebesar Rp50 miliar. Atau setidak-tidaknya dari jumlah uang tersebut, telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp50 miliar.
Dugaan korupsi ini terkait pengalihan dana sejumlah Rp50 Miliar ke PT Petro TNC Internasional, dengan dalih sebagai rangka pelaksanaan perjanjian kerja sama proyek tangki timbun dan terminal BBM di Samboja, Balikpapan, dan Cirebon.
Sedangkan Iwan Ratman sendiri merupakan pemilik sekaligus pemegang saham di PT Petro T&C International. Dari perusahaan inilah, diduga terdakwa Iwan Ratman menilap uang puluhan miliar tersebut.
Kerugian yang diderita negara, sebagaimana tertuang dari hasil Laporan Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalimantan Timur, dengan Nomor LAPKKN-74/PW.17/5/2021 tertanggal 16 April 2021.
Atas dugaan perbuatannya, Iwan dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1), Junto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Dan subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana KorupsI, Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana. (tim redaksi Diksi)