DIKSI.CO, SAMARINDA - Aksi demo menolak pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja pada Kamis (5/10/2020) sore kemarin di depan gedung DPRD Kaltim menetapkan dua orang tersangka. Hal ini diungkapkan Kapolresta Samarinda Kombes Pol Arif Budiman dalam konfrensi persnya, Jumat (6/10/2020) siang tadi.
Kata polisi nomor satu di Kota Tepian ini dari ratusan massa aksi, sedikitnya Korps Bhayangkara mengamankan sembilan pemuda yang terindikasi melakukan aksi anarkisme.
"Dua di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka karena terbukti melakukan pengrusakan dan membawa senjata tajam," jelas Arif kepada awak media.
Kata Arif, dua pemuda berstatus mahasiswa ini ditetapkan sebagai tersangka dengan barang bukti satu buah senjata tajam (Sajam) jenis badik dan kayu balok untuk merusak fasilitas publik.
Dua pemuda ini berinisial FR (24) dan WJ (22). Sajam jenis badik di dapati polisi dari badan FR saat diamankan ketika aksi mulai memanas. Begitupula dengan WJ.
"Kami amankan badik sepanjang 25 sentimer dan dua balok kayu sebagai alat buktinya," imbuhnya.
FR yang diketahui membawa badik di pinggang kirinya, dituding hendak mencapkan senjata tajamnya itu kepada salah satu anggota kepolisian.
"Anggota (polisi) mengalami luka goresan di bagian tangan. Kalau kami melihatnya ini bukan unjuk rasa lagi karena suda membawa sajam. Kami akan pidanakan, karena kami harus bertindak tegas," tegasnya.
Kedua mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka, polisi menjerat FR dengan Pasal 2 Ayat 1 UU Darurat nomor 12 tahun 1951. Sedangkan WJ disanksi Pasal 351 ayat 1 tentang penganiayaan.
Penahanan sembilan massa aksi ini tak menutup kemungkinan jumlahnya akan bertambah. Sebab, diduga masih banyak pendemo lainnya yang melakukan aksi anarkis serupa.
"Sudah pasti ini mereka siapkan dan rencanakan, mereka tau bahwa pagar itu kami kunci sehingga mereka tidak bisa masuk ke dalam. Ya kemungkinan ada dalangnya, tentu akan kami dalami untuk mengungkapnya," bebernya.
Tak hanya melakukan pendalaman kasus, Arif juga menyebut kalau ke sembilan pemuda ini terlebih dulu menjalani test narkoba dan Covid-19. Hasilnya, satu di antaranya mendapatkan hasil reaktif Covid-19, sedangkan hasil test narkoba masih belum keluar hingga konfrensi pers siang tadi dilakukan.
Namun hingga saat ini polisi masih terus melakukan penyelidikan dan mendalami dugaan tersebut, sembari melengkapi alat buktinya. Meski dua di antara telah ditetapkan sebagai tersangka, namun tujuh sisanya saat ini masih terus dilakukan pemeriksaan intens oleh pihak kepolisian.
"Kami masih mendalami peran mereka (tujuh pemuda yang diamankan)," sambungnya.
Disinggung mengenai adanya tindakan represif dari aparat kepada para demonstran, Arif menjawab kalau pengamanan aksi sudah sesuai standar operasional prosedur. Arif juga meminta kepada publik, agar peristiwa seperti ini jangan hanya dilihat dari satu sisi saja.
"Ada sebab ada akibat. Kami tidak punya niat untuk melukai pengunjuk rasa. Tapi kalau sudah anarkis kami tidak bisa mendiamkan begitu saja. Tentu saja kami amankan mereka semua ini berdasarkan fakta-fakta yang ada," katanya.
"Pengamanan kemaren sudah sesuai dengan SOP. Kami tetap mengamankan jalannya unjuk rasa meski tidak ada pemberitahuan. Karena sudah mencapai batas waktu yg ditetapkan dan massa sudah bertindak anarkis, maka kami harus melakukan tindakan tegas untuk menjaga kondusifitas," katanya lagi.
Untuk diketahui, selama beberapa kali mengamankan aksi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, sedikitnya polisi pernah mengamankan 50 demonstran di Mapolresta Samarinda.
Tak hanya dari kalangan mahasiswa, para pelajar dari tingkat SMP, SMA dan STM pun tak sedikit yang diamankan petugas.
Namun mereka hanya diberi sanksi pembinaan dan dipanggil orantuanya serta membuat surat pernyataan agar tak kembali melakukan tindak anarkis di tengah aksi demo. (tim redaksi Diksi)