GULIR KEBAWAH UNTUK MELIHAT BERITA

Pemkot Samarinda Dorong Akselerasi Program 3 Juta Rumah untuk MBR

DIKSI.CO— Pemerintah pusat terus memacu percepatan program 3 Juta Rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Target besar ini mencakup pembangunan satu juta rumah di wilayah pesisir, satu juta di kawasan pedesaan, dan satu juta lainnya di perkotaan. Di Samarinda, program ini mulai digarap serius melalui kolaborasi pemerintah daerah dengan para pengembang (developer) yang menjadi motor utama penyediaan hunian terjangkau bagi warga.

Kepala Bidang Perumahan Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Kota Samarinda, Tajudin Husen menegaskan bahwa program 3 juta rumah bukanlah pembagian kuota per daerah, melainkan target nasional. Artinya, setiap daerah berlomba mempercepat pembangunan sesuai kemampuan, termasuk Kota Tepian yang pertumbuhan penduduknya semakin cepat.

“Kita ini mendorong developer untuk terus membangun perumahan sebanyak mungkin supaya warga kita yang belum memiliki rumah bisa segera mendapatkan rumah,” ujar Tajudin, Kamis (20/11/2025).

Pemkot Samarinda saat ini belum memiliki lahan luas yang siap bangun untuk memenuhi kebutuhan perumahan terjangkau. Karena itu, pemerintah mengandalkan pola kerja sama dengan developer sebagai solusi paling realistis. Skemanya pun mengikuti arahan pemerintah pusat.

Skema Pembangunan

Ada dua model kerja sama. Pertama, developer membangun rumah di atas lahan milik pemerintah. Dalam skema ini, masyarakat yang membeli rumah hanya mendapatkan hak atas bangunannya, sementara lahan tetap menjadi aset Pemkot. Model ini cocok untuk mempercepat penyediaan hunian dengan keterbatasan lahan daerah.

Kedua, developer membangun di atas lahan miliknya sendiri. Pada skema ini, pembeli mendapatkan rumah sekaligus tanah dalam satu paket kepemilikan. Tajudin menyebut opsi ini tetap menjadi favorit masyarakat karena nilai asetnya lebih utuh.

“Tentu kalau masyarakat mendapatkan rumah sekaligus tanahnya itu lebih baik,” ujarnya.

Pemerintah kota, kata Tajudin, memberikan berbagai kemudahan agar semakin banyak developer tertarik berinvestasi di sektor perumahan MBR. Selain penyederhanaan proses perizinan, Perkim juga berperan memfasilitasi rekomendasi teknis, pendampingan tata ruang, dan sinkronisasi site plan.

Harga Rumah Subsidi Ditentukan Nasional

Salah satu hal yang paling masyarakat perhatikan adalah harga rumah MBR. Hingga tahun 2025, harga rumah bersubsidi tersebut secara nasional sebesar Rp182 juta. Penetapan harga ini bertujuan memastikan hunian tetap terjangkau oleh warga berpenghasilan rendah melalui skema kredit yang telah pemerintah rancang

“Cicilannya tetap flat sampai 20 tahun. Tidak akan berubah,” tegas Tajudin.

Skema kredit yang berlaku secara fleksibel, mulai dari tenor 5 tahun hingga maksimal 20 tahun, bergantung pada kemampuan masing-masing warga. Dengan cicilan tetap, warga tidak perlu khawatir terhadap fluktuasi bunga atau perubahan kebijakan perbankan.

Tajudin menyebut stabilitas inilah yang membuat minat masyarakat terhadap rumah subsidi terus meningkat, terutama di kalangan pekerja muda dan keluarga baru.

Meski pemerintah daerah aktif mendorong pembangunan, penentuan lokasi perumahan sepenuhnya berada di tangan developer. Namun ada satu syarat: kawasan tersebut harus sesuai dengan ketentuan tata ruang kota.

Di sinilah Perkim terlibat dalam proses pengawasan. Setelah Dinas PUPR Samarinda menyatakan sebuah kawasan layak sebagai permukiman melalui dokumen PKKPR (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang), barulah Perkim memproses izin site plan dan rekomendasi teknis lainnya.

“Kalau di RTRW menyatakan wilayah itu diperbolehkan untuk perumahan, barulah kita bisa proses izin site plan setelah PKKPR dari tata ruang keluar,” jelas Tajudin.

Proses berlapis ini untuk memastikan pembangunan tidak menabrak aturan dan tidak menimbulkan persoalan lingkungan di kemudian hari — seperti banjir, akses jalan terbatas, hingga sengketa lahan.

Tantangan Ketersediaan Lahan

Pertumbuhan penduduk Samarinda dan migrasi dari wilayah sekitar membuat kebutuhan rumah terus meningkat setiap tahun. Tantangan ini semakin besar karena ketersediaan lahan strategis di perkotaan makin terbatas. Di sisi lain, sebagian warga berpenghasilan rendah masih mengandalkan rumah kontrakan atau menumpang pada kerabat karena belum mampu membeli rumah.

Program 3 juta rumah dari pemerintah pusat dapat menjadi momentum mempercepat pemenuhan kebutuhan hunian tersebut. Namun keberhasilannya sangat bergantung pada kolaborasi seluruh pihak: pemerintah daerah, developer, perbankan, hingga masyarakat yang menjadi calon penghuni.

Bagi Pemkot Samarinda, pembangunan rumah MBR bukan sekadar memenuhi target angka, tetapi juga memastikan warga memperoleh akses terhadap hunian yang layak, aman, dan sesuai standar. “Yang penting bagaimana warga yang belum punya rumah bisa segera punya dan bisa tinggal dengan nyaman,” kata Tajudin.

Dengan berbagai fasilitas perizinan dan kemudahan yang diberikan, pemerintah berharap semakin banyak proyek perumahan MBR dapat terealisasi di Samarinda dalam beberapa tahun ke depan. Upaya ini menjadi bagian dari cita-cita besar kota untuk mewujudkan kehidupan yang lebih layak bagi seluruh masyarakatnya.

(*)

Back to top button