Mengenai permasalahan perumahan di Jalan Jakarta, pihak pengembang memiliki hambatan ekspansi pembangunan perumahan. Lahan hak guna bangunan (HGB) berlaku hingga 2030 itu hanya bisa digunakan tidak sampai 50 persen. Sisa lahan belum bisa digarap karena menurut Perda RTRW 2/2014 zona tata ruang sudah di luar zona pemukiman dan perumahan.
Sedangkan, pihak pengembang telah melakukan skema pinjaman pada bank yang menyebabkan pengusaha tersebut berutang dengan bank hingga mencapai Rp 25 miliar.
Selain itu, 50 persen perumahan yang telah dibangun dan dijual kepada pembeli tidak bisa dibuatkan sertifikat hak milik karena tidak sesuai zona peruntukan.
"Bisa dibayangkan bahwa Perda RTRW 2014 ini memang pada batas-batas tertentu menghambat investasi. Sementara di zona tata ruang 2021, kawasan itu sudah jadi kawasan pemukiman dan perumahan," imbuhnya.
Terpisah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Samarinda Hero Mardanus menambahkan, permohonan SPBU itu direncanakan di Jalan Tengkawang dan Jalan HM Ardans (Ring Road). Berdasarkan RTRW saat ini, kawasan tersebut masuk wilayah permukiman. Namun di dalam ketentuan zonasi perumahan, dapat dilakukan untuk perdagangan dan jasa.
"SPBU kan perdagangan, sehingga bisa diberikan rekomendasi," tuturnya.
Sedangkan untuk perumahan, lanjut Hero, sesuai paparan pemohon/pengembang yang berasal dari Jakarta Hill dan Jakarta Regency itu belum bisa diberikan rekomendasi. Lantaran lokasi yang diajukan saat ini merupakan kawasan pertambangan dan hutan rakyat.
"Makanya harus menunggu perubahan perda RTRW," bebernya. (advertorial)