"Kecuali ada produk jurnalistiknya ataupun karyanya mungkin bisa diperdebatkan.
Tapi dia ini memeras, kemudian meminta uang, jadi tidak layak disebut sebagai karya jurnalistik atau sedang dalam pekerjaan jurnalistik," imbuhnya.
Dengan serangkaian fakta yang diungkap Endro, PWI Kaltim pun menyikapi perilaku Nurdin Bengga bukanlah sebagai pewarta profesional.
"Kami tidak melihat dia sebagai wartawan, karena pertama dia bukan sebagai anggota PWI meskipun tidak semua di bawah naungan dari PWI. Namun sebagai ahli pers, saya mengecek dari laman dewan pers dia tidak terverifikasi, pun dengan medianya juga belum terverifikasi dewan pers. Jadi kami melihat dia bukan wartawan," bebernya.
Selain itu, Endro juga mengutarakan rasa terima kasihnya kepada masyarakat, dalam hal ini pasutri lansia Edy dan Sulastri yang berani melaporkan perbuatan Nurdin Bengga yang mengaku sebagai wartawan di media Radar Nusantara kepada pihak kepolisian.
"PWI juga meyakini ada banyak kasus seperti ini namun masyarakat tidak berani melaporkan hal tersebut. Kita juga berharap ini menjadi pelajaran, jika ada oknum atau orang tertentu yang mengaku sebagai wartawan segera dilaporkan," tandasnya.
Diwartakan sebelumnya, kejadian pemerasan itu bermula dari sebuah toko jual beli barang bekas milik pasangan Edy (64) dan Sulastri (64) di Jalan Damanhuri, Kelurahan Mugirejo, Kecamatan Sungai Pinang.
Beberapa waktu sebelumnya, pasutri Edy dan Sulastri pernah membeli sepasang pelek motor yang diakui sebagai milik seorang pria yang mengaku telah kecurian motor.
Karena tak mengetahui pasti asal usul pelek motor tersebut, pasangan Edy dan Sulastri sontak memberikannya kepada pria itu. Akan tetapi pria itu langsung pergi, dan kembali beberapa hari kemudian bersama Nurdin Bengga pelaku pemerasan.