Tak hanya di area pemakaman Covid-19 Samarinda, Castro pasalnya juga menyebut beberapa kasus kejahatan ilegal minning di Kaltim, seperti pertambangan ilegal di kawasan Muang Dalam Samarinda, Laboratorium Pertanian Unmul di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Bukit Tengkorak Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Waduk Samboja dan banyak lainnya.
"Jadi ini semua seolah-olah ditutupi. Ini belum termasuk nama oknum aparat yang kerap disebut baik oleh warga maupun pelaku tambang ilegal," imbuhnya.
Oleh sebab itu, Castro berharap agar penanganan kejahatan tambang ilegal di Kaltara bisa mentriger agar kasus serupa juga diseriusi di Kaltim. Mengusut kejahatan tambang ilegal harus dilakukan dengan seksama bahkan sampai ke akar permasalahan.
"Saya meyakini kejahatan Briptu Hasbudi bukanlah pelaku tunggal dalam perkara kejahatan tambang ilegal ini. Pasti ada orang dibelakangnya (directing mind) yang juga turut mengendalikan kejahatan tersebut. Jadi mesti diurai secara serius siapa pelaku dilapangan (plegen), siapa yang menyuruh melakukan (doenplegen), hingga yang turut serta melakukan (medeplegen). Jangan sampai justru aparat yang menangani kasus ini yang masuk angin. Sebab mustahil kejahatan yang sudah lama dilakukan ini, tidak tercium oleh aparat kepolisian," urainya.
Selain kejahatan lingkungan, lanjut Castro, pertambangan ilegal pasalnya juga erat bertalian dengan pidana korupsi.
"Kenapa, karena publik tahu, kalau bisnis tambang ilegal itu kerap dijadikan rente oleh baik para elit politik maupun oknum aparat lainnya. Jadi harus diurai siapa saja yang menerima manfaat dari kejahatan tambang ilegal ini. Kalau kita bicara korupsi, terutama suap dan gratifikasi, maka kemungkinan besar yang harus disasar itu adalah mereka yang punya kewenangan yang berkaitan penanganan kejahatan tambang ilegal, terutama yang selama ini cenderung melakukan pembiaran. Bisa jadi pemerintah ataupun aparat penegak hukum sendiri," pungkasnya. (tim redaksi)