"Tetapi antara tambang batubara dan pemilik lahan maka tidak ada aturan yang membatasi. Bisa dilakukan dengan cara jual beli. Blanko di kecamatan terkait jual beli sudah ada. Karena ini nilai bisnis bisa saja ada tawar menawar. Tergantung kesepakatan," sambungnya.
Sementara itu, Muhammad, warga yang lahan kebunnya rusak mengaku bahwa tanaman salak pribadinya sudah tidak lagi berproduksi normal sejak tahun 2013.
'Sebelum insani masuk produksi salak disitu termasuk rendah 1 ton per minggu. Sekarang hancur kena air sama lumpur," ujarnya.
Kerugian ditaksir mencapai Rp 1,5 miliar. Hal inilah yang hingga saat ini terus diperjuangkan Muhammad untuk dapat diganti oleh perusahaan.
"Kami di situ 1987. Sekarang lahan kebun salak saya rusak dan longsor," pungkasnya. (advertorial)