Dete menjelaskan, ada sejumlah alasan yang diyakini oleh perempuan untuk terlibat atau bergabung dalam aksi terorisme. Misalnya, menganggap pemerintah thagut (menyembah selain Allah), menuntut keadilan, bahkan hingga balas dendam.
Aksi teror karena balas dendam, kata Dete, misalnya seperti yang dilakukan oleh seorang perempuan di Poso. Kata dia, aksi teror yang dilakukan oleh si perempuan bukan hanya atas dasar keyakinan atau ideologi, namun juga dilandasi untuk melakukan aksi balas dendam.
"Misalnya mereka mereka melihat keluarganya dibunuh di depan mata. Keluarganya dibunuh dipulangkan dalam keadaan mengiris hati, melukai hati," jelas Dete.
"Nah itu mereka kemudian merasa terpanggil dan ingin melakukan jihad," imbuhnya.
Dete mengatakan, ada banyak alasan di balik aksi teror yang dilakukan oleh perempuan. Selain sejumlah alasan itu, alasan lain karena hendak bertaubat setelah merasa telah banyak melakukan perbuatan dosa.
Kasus-kasus demikian, umumnya terjadi pada buruh migran Indonesia yang berada di Asia Timur. Ia menyebut sejumlah kasus tersebut bermula karena kehidupan bebas yang dirasakan oleh perempuan yang berada jauh dari rumah.