Sabtu, 23 November 2024

Jumpa Media, Masyarakat Dayak Modang Minta Perusahaan Sawit Keluar dari Hutan Adat

Koresponden:
Muhammad Zulkifly
Jumat, 19 Februari 2021 10:36

FOTO : Konfrensi pers masyarakat Adat Dayak Modang saat menyuarakan tuntutan mereka yang merasa dianak tirikan pemerintah terhadap perusahaan sawit/Diksi.co

DIKSI.CO, SAMARINDA - Perseteruan masyarakat adat Dayak Modang Long Wai, Desa Long Bentuq, Kecamatan Busang, Kabupaten Kutai Timur pada Jumat (19/2/2021) sore tadi dengan tegas meminta perusahaan sawit PT Subur Abadi Wana Agung (PT SAWA), bergegas meninggalkan hutan adat dan memulihkan hak masyarakat.

Hal itu diungkapkan Tokoh Adat Dayak Modang bernama Daud Luwing saat dijumpai awak media di Jalan KS Tubun Dalam, Kelurahan Sidodadi, Kecamatan Samarinda Ulu. 

"Sebagai kepala adat saya menuntut dan mendesak negara bisa menyelesaikan konflik tenorial ini dan memberi perlindungan hak masyarakat. Kami juga meminta agar mencabut izin HGU (hak guna usaha) PT SAWA keluar dari wilayah hutan adat. Memulihkan hak adat masyarakat yang selama ini telah dirampas, terakhir meminta pemerintah untuk mengaudit izin PT SAWA," tegas Luwing yang didampingi Herry Kiswanto Sitohang, Benediktus Beng Lui dan Ellisason sebagai masyarakat adat dihadapan awak media. 

Lebih jauh dijelaskannya, konflik perusahaan kelapa sawit dengan masyarakat adat seolah tak pernah berhenti dan selalu terjadi.  Bahkan diketahui pula, kehadiran PT SAWA melalui Surat Keputusan Bupati Kutai Timur Nomor 22/02.188.45/HK/I/2006 tentang izin lokasi perkebunan seluas 14.350 hektare di Kecamatan Busang pada 2006 silam. 

Dari luasan tersebut, masyarakat adat dayak mengecam sebab sekira 4.000 hektare pengerjaan perusahaan menggaruk lahan hutan adat mereka yang berdampak pada rusaknya sumber daya alam yang menjadi sumber kehidupan masyarakat lokal.

"Hilangnya sejengkal tanah berarti menghilangkan kearifan lokal dan peradaban yang hidup di atasnya," tambahnya. 

Perseteruan ini pasalnya semakin memanas saat peristiwa penutupan akses jalan yang dilakukan oleh masyarakat adat Dayak Modang pada 30 Januari 2021 lalu yang menuntut keadilan mereka kepada perusahaan, dan justru berujung pada penangkapan tiga tokoh masyarakat oleh jajaran Polres Kutim. 

"Kegiatan penutupan akses jalan yang dilakukan masyarakat adat Dayak Modang Long Wai di Desa Long Bentuq bukan merupakan tindak pidana, melainkan menegakkan kesepakatan masyarakat adat dan juga Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus," timpal Ellisason.

Lanjut Ellisason, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur yang seharusnya menjadi pengayom dan memiliki kewajiban untuk mensejahterakan masyarakat justru gagal paham tentang kasus masyarakat adat Dayak Modang Long Wai di Desa Long Bentuq. Masyarakat tidak sedang menuntut plasma dan kemitraan, akan tetapi tapi pengembalian hak adat dan pemulihan lingkungan di wilayah adat Desa Long Bentuq. 

"Ketidak berpihakan Pemerintah Daerah Kutai Timur dibuktikan dengan mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Tahun 2015 Nomor 130/K 905/2015 tentang Penetapan Batas Administrasi antar Desa Long Bentuk, Desa Rantau Sentosa, Desa Long Pejeng Kecamatan Busang dan Desa Long Tesak di Kecamatan Muara Ancalong, Kabupaten Kutai Timur," pungkasnya. (tim redaksi Diksi) 

 

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews