DIKSI.CO, SAMARINDA - Dua terdakwa rekanan swasta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur (Kutim), yakni Aditya Maharani Yuono dan Deki Aryanto terbukti secara sah bersalah dan dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dua setengah tahun penjara pada sidang, Senin (16/11/2020) kemarin.
Pernyataan itu disampaikan JPU dalam persidangan dengan agenda bacaan tuntutan, yang berlangsung via daring di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda.
Amar tuntutan yang dibacakan JPU dihadapan Majelis Hakim itu merupakan hasil dari fakta serangkaian agenda persidangan yang telah berlangsung sebelumnya.
Yang mana terdakwa Aditya Maharani Yuono selaku Direktur PT Turangga Triditya Perkasa, terbukti memberikan hadiah berupa uang ataupun barang kepada Bupati non aktif Kutim Ismunandar beserta pejabat tinggi lainnya dilingkungan Pemkab Kutim. Seperti yang disampaikan sejumlah saksi maupun terdakwa yang didudukan dikursi pesakitan.
Sogokan yang diberikan terdakwa kepada Ismunandad Cs bertujuan untuk mendapatkan proyek pekerjaan pembangunan infrastruktur Pemkab Kutim, medio anggaran 2019-2020. Dalam perkara ini, terdakwa Aditya Maharani Yuono dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a UU 31 Tahun 1999 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
"Menuntut agar terdakwa diberikan hukuman pidana 2 tahun kurungan penjara, disertai denda Rp250 juta. Apabila denda tidak dibayar, maka hukuman diganti dengan kurungan selama 6 bulan," ucap salah satu JPU ketika membacakan amar tuntutannya.
Selain itu, JPU turut memberikan beban biaya persidangan kepada terdakwa sebesar Rp10 ribu. Tuntutan yang dijatuhkan JPU ini merupakan hasil dari sejumlah pertimbangan.
Untuk hal yang memperberatkan terdakwa, lantaran perbuatannya tidak mendukung program pemerintah yang bersih dari tindakan korupsi kolusi dan nepotisme (KKN).
Sementara hal yang meringankannya, selama menjalani persidangan terdakwa disebut berlaku sopan dan terus terang mengakui semua perbuatannya.
Seperti yang telah diungkapkan dalam persidangan sebelumnya, terdakwa Aditya Maharani Yuono mengakui atas perbuatannya, memberikan suap atau gratifikasi kepada Mantan Bupati Kutim Ismunandar, Musyaffa Kepala Bapenda dan Suriansyah alias Anto Kepala BPKAD Pemkab Kutim.
Terdakwa mengaku memberikan sejumlah uang dan barang senilai Rp6,1 miliar, yang terbagi dadri Rp5 miliar di Oktober-Desember 2019 dan Rp1,1 miliar dari pemberian sepanjang Februari hingga Juni 2020.
Imbalan dari keloyalannya itu, terdakwa mendapatkan puluhan pengerjaan berupa proyek penunjukan langsung (PL) di lingkungan Pemkab Kutim.
Khusus untuk dianggaran Tahun 2019-2020, sedikitnya terdakwa menerima 19 proyek PL dan 6 proyek lelang di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemkab Kutim.
Semua pengerjaan proyek itu tak lepas dari campur tangan kakak beradik, yakni Musyaffa dan Suriansyah yang diperintahkan oleh sang Bupati Ismunandar.
Selama mengerjakan puluhan proyek bersifat PL, diketahui terdakwa menggunakan bendera perusahaan yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan, setiap perusahaan dibatasi hanya mendapatkan 5 hingga 7 proyek.
Usai JPU membacakan amar tuntutannya, Ketua Majelis Hakim Agung Sulistiyono yang didampingi hakim anggota Joni Kondolele dan Ukar Priyambodo melanjutkan persidangan atas perkara terdakwa Deki Aryanto.
"Sidang kita lanjutkan ke perkara terdakwa Deki Aryanto. Dengan ini sidang dibuka untuk umum," ucap Ketua Majelis Hakim sembari mengetuk palu menandakan sidang dibuka.
"Baik silahkan untuk penuntut umum membacakan tuntutannya," sambungnya.
Dalam kesempatan itu, JPU dari KPK langsung membacakan amar tuntutan atas perkara yang menjerat Deki Aryanto selaku Direktur CV Nulaza Karya. Rekanan swasta dari Pemkab Kutim ini didakwa lantaran telah memberikan suap berupa uang maupun barang kepada sejumlah pejabat Kutim senilai Rp8 miliar.
Tindakan suap yang dilakukannya guna mendapatkan proyek pekerjaan infrastruktur, tahun anggaran 2019-2020. Dalam fakta persidangan, terdakwa Deki Aryanto mengakui telah memberikan uang sebesar Rp5 milar kepada Musyaffa sesuai permintaan Ismunandar. Uang yang dia berikan digunakan Ismunandar untuk biaya kampanye Pilkada.
Selain itu, Deki juga memberikan uang serta barang kepada Istri Bupati Kutim, Encek UR Firgasih yang menjabat sebagai Ketua DPRD Kutim. Adapun timbal baliknya, Terdakwa Deki Aryanto mendapatkan sejumlah proyek pengerjaan yang bersumber dari pokok pikiran milik Encek di DPRD Kutai Timur. Dengan nilai proyek sebesar Rp100 - 200 juta. Dari pengerjaan proyek itu, Deki menyisihkan uang sebagai komisi untuk Encek.
Selain itu, terdakwa Deki Aryanto juga menerima pengerjaan berupa proyek PL di Dinas pendidikan sebesar Rp45 milliar. Totalnya ada sebanyak 407 proyek, dengan nilai Rp150-175 juta per kegiatannya. Proyek ini didapatkan dari hasil campur tangan Musyaffa dan Suriansyah.
Proyek PL sebanyak itu dikerjakan oleh terdakwa dengan menggunakan bendera perusahaan berbeda-beda. Hal ini dikarenakan setiap satu perusahaan kontraktor hanya diperbolehkan memegang lima proyek.
Atas perbuatannya, JPU meminta kepada Majelis Hakim agar menyatakan terdakwa Deki Aryanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Dengan dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a UU 31 Tahun 1999 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP atau kedua Pasal 13 UU 31 Tahun 1999 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
"Menuntut agar terdakwa dipidana 2 tahun 6 bulan kurungan penjara, disertai denda Rp250 juta. Apabila terdakwa tidak mampu membayar, maka diganti dengan kurungan penjara 6 bulan," ucap salah satu JPU.
Selain itu, JPU juga turut membebankan biaya persidangan kepada terdakwa sebesar Rp10 ribu. Usai membacakan amar tuntutannya, Majelis Hakim kemudian menutup persidangan. Sidang dengan agenda pledoi akan kembali dilanjutkan pada Senin 23 November pekan depan.
"Untuk pembelaan terdakwa nanti disampaikan disidang selanjutnya. Sidang kita tunda dan dilanjutkan di tanggal 23 November. Dengan ini sidang ditunda," tutup Agung Sulistiyono menutup persidangan. (tim redaksi Diksi)