DIKSI.CO, SAMARINDA - Demi mencari untung di tengah kondisi pandemi, sindikat pemalsuan sertifikat vaksin dan kartu Swab PCR rupanya tak main-main. Diketahui mereka menjual setiap kartu bodong tersebut dengan keuntungan berlipat.
Dari sindikat ini, jajaran Satreskrim Polresta Samarinda menemukan dua otak pelaku utama. Yakni Rulian Wardana dan Sugeng Raharjo. Keduanya merupakan orang pertama yang memalsukan sertifikat atau kartu vaksinasi.
"Keduanya ini otak pelaku pemalsuan vaksin. Si SR (Sugeng Raharjo) berstatus sebagai ASN (Aparatur Sipil Negera)," jelas Kapolresta Samarinda Kombes Pol Arif Budiman melalui Wakapolresta, AKBP Eko Budiarto, Rabu (4/8/2021) siang tadi.
Sugeng Raharjo ini diketahui berstatus ASN alias PNS di sebuah puskesmas di Kecamatan Sungai Kunjang dan menjabat sebagai seorang sopir ambulans.
Sementara, Rulian Wardana merupakan seorang oknum relawan di sebuah Instansi pemerintahan. Lanjut Eko menjelaskan, cara Sugeng mendapatkan kartu vaksin dengan cara mengambil langsung lembaran kertas tersebut dari meja petugas, saat keadaan sedang sepi.
"Kemudian tersangka (Sugeng) ini menggandakannya menjadi 40 lembar. Jadi total yang dipegang tersangka ada 41 lembar kartu vaksin," bebernya.
Setelah Sugeng berhasil dengan tugasnya, ia kemudian melimpahkan kartu vaksin kepada Rulian dan berhasil terjual sebanyak 28 lembar dengan harga Rp200 ribu perlembarnya kepada tersangka Yudi Adi Irawan.
Sedangkan dari tangan Yudi, ia kembali menjualnya kepada Thoriq Hakim senilai Rp400 ribu perlembarnya. Dan berhasil terjual sebanyak 10 lembar. Tak berhenti di situ, Thoriq kemudian kembali menjualnya dengan harga Rp650 ribu perlembar kepada Hosein dan M Holik hingga akhrinya sampai kepada Hoiriyeh dalam bentuk paketan. Paketan itu senilai Rp2.850.000 yang berisikan kartu vaksinasi, Swab PCR dan tiket perjalanan pesawat.
"Yang jelas RW (Rulian Wardana) dan SR (Sugeng Raharjo) merupakan otak pemalsuan vaksin. Sedangkan yang PCR masih kami kembangkan lagi," urai Eko.
Sementara itu, data dihimpun media ini, Swab PCR dan Vaksinasi bodong berasal dari dua jaringan berbeda. Namun kedua berkas persyaratan ini berhasil disatukan di tangan tersangka Thoriq.
Dari penelusuran diketahui, jaringan penyedia kartu Swab PCR palsu bermula dari seorang pria berinisial RZ yang masuk dalam daftar pencarian orang aliad DPO.
Dari tangan RZ ia berhasil menjual delapan lembar kartu Swab PCR bodong senilai Rp500 ribu perlembarnya kepada tersangka Harman. Kemudian dari Harman, ia kembali menjualnya kepada tersangka Herdy yang berprofesi sebagai dirver taksi senilai Rp800 ribu.
Selanjutnya dari tangab Herdy, ia kembali menjual surat Swab PCR bodong itu kepada Thoriq senilai Rp900 ribu. Dan Thoriq kembali menggandakan keuntungannya dengan menjual kartu Swab PCR tersebut senilai Rp1,2 juta kepada Hosein dan M Holik yang mengemas semuanya menjadi satu paketan sebelum dijual kepada Hoiriyeh.
Dengan demikian, dari sembilan tersangka yang berhasil diamankan Korps Bhayangkara, polisi sedikitnya telah mengamankan barang bukti berupa tujuh lembar kartu vaksin palsu, satu lembar kartu PCR palsu, satu lembar kertas karton, uang tunai Rp3.615.000. Enam unit ponsel, satu unit printer, satu buah pena, satu buku tabungan beserta kartu ATM-nya dan satu buah gunting.
"Untuk (jaringan) PCR yang jelas masih kami didalami. Tapi keterkaitannya (jaringan PCR) dengan vaksin itu sudah terpenuhi (terbukti). Perannya jelas, ada yang menggandakan PCR ada yang menggandakan vaksin dan ada yang mengumpulkan masyarakat yang membutuhkan," urai Eko.
Lebih jauh diutarakan polisi nomor dua di Kota Tepian ini, untuk keterlibatan pihak rumah sakit atau oknum-oknum tertentu, seperti dokter atau para tenaga medis masih dalam penyidikan lebih lanjut.
"Kalau keterlibatan dokter maupun rumah sakit masih di dalami. Sejauh ini pengaku para tersangka sudah beroprasi sekitar dua bulan. Untuk berapa banyaknya yang sudah terjual juga masih kami dalami. Mudah-mudahan masih bisa bertambah pelaku lainnya karena kasus ini masih terus bergulir," pungkasnya. (tim redaksi Diksi)