DIKSI.CO, SAMARINDA - Pada APBD Perubahan Kaltim 2021, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kaltim mengusulkan pendapatan sebesar Rp9,22 triliun, kepada Banggar DPRD Kaltim.
Selanjutnya, untuk belanja daerah TAPD mengusulkan Rp12,17 triliun. Rencana belanja besar ini pun belum bisa disepakati oleh DPRD Kaltim.
Banggar beralasan ketimpangan cukup besar terjadi antara target pendapatan dengan usulan belanja daerah.
Benar saja, dari pengakuan Muhammad Sabani, Ketua TAPD Kaltim, dalam Perubahan KUA 2021 terjadi defisit anggaran sebesar Rp2,95 triliun.
Untuk menjaga keseimbangan keuangan daerah, Pemprov Kaltim memakai sisa lebih anggaran tahun sebelumnya (SiLPA) tahun 2020 sebesar Rp2,953 triliun.
Ia menjelaskan, SiLPA sebesar Rp2,953 triliun di 2020 telah digunakan sekitar Rp2 triliun di belanja APBD murni 2021.
Jumlah kurang lebih Rp2 triliun itu digunakan sebagai saldo awal kas daerah.
Selanjutnya, tersisa sekitar Rp900 miliar dana SiLPA. Dari jumlah itu, diambil kembali Rp600 miliar untuk belanja wajib Pemprov Kaltim di APBD perubahan Kaltim 2021.
Sisanya Rp300 miliar, yang akan digunakan untuk pembiayaan lain dalam menutupi defisit anggaran Rp2,95 triliun yang didera Kaltim.
"Ada dana SiLPA 2020 lalu, sekitar Rp300 miliar akan kami gunakan menutup defisit," jelasnya.
"Kekurangannya itu nanti kami carikan lagi dari penyesuaian perjalanan dinas dan barang habis pakai itu," tegasnya. (*)
SiLPA 2020 Dampak Kenaikan Pendapatan dan Serapan Anggaran Minim
Pada APBD 2020 lalu, pengelolaan anggaran Kaltim mengalami SiLPA cukup besar yakni Rp2,95 triliun.
Isran Noor, Gubernur Kaltim mengungkap, SiLPA besar itu diakibatkan oleh salah satunya transfer daerah yang tidak di akhir tahun 2020, namun tidak dimasukan ke APBD perubahan 2021.
"Salah satunya di situ, kami kan serba ketidakjelasan terkait transferan DBH itu," ungkap Isran.
Diketahui pada APBD 2020, pendapatan transfer pusat meningkat dari target sebesar Rp4,19 triliun namun terealisasi sebesar Rp4,75 triliun.
Selain itu, pendapatan asli daerah (PAD) juga mengalami kenaikan pada 2020 lalu. Pemprov Kaltim menarget PAD sebesar Rp4,32 triliun, namun terealisasi Rp5,28 triliun.
Total pendapatan di APBD 2020 Kaltim, dari target pendapatan Rp8,60 triliun, mampu meningkat menjadi Rp10,13 triliun, atau meningkat 117 persen.
Isran Noor, menyebut SiLPA Rp2,95 triliun ini merupakan hal yang baik. Lantaran menjadi berguna untuk mengarungi tahun 2021 sebagai saldo awal daerah.
"Ini kan 2021 dari 2020, gak apa-apa bagus. Itu efisiensi yang dapat dilaksanakan daerah. Karena dilakukan tidak banyak lelang tender akibatnya efisiensi. Dan itu menguntungkan menurut saya," paparnya.
Tapi, pendapatan meningiat Kaltim juga diikuti oleh buruknya daya serap anggaran di tahun 2020.
Serapan atau realisasi APBD Kaltim di tahun itu hanya mencapai 82,22 persen atau Rp5,9 triliun, dari target anggaran Rp7,1 triliun.
Padahal di tahun 2019 sebelumnya, serapan Kaltim mampu berada di 92 persen.
Serapan rendah terjadi di beberapa sektor, beberapa di antaranya Belanja Tak Terduga (BTT) dari alokasi Rp500 miliar, realisasi hanya 45 persen atau Rp226,17 miliar.
Belanja Modal juga memiliki daya serap rendah, anggaran Rp1,33 triliun dianggarkan, namun hanya Rp1,06 triliun yant terserap, atau realisasi sebesar 80 persen.
Belanja Hibah sama, Rp223 miliar dianggarkan, namun hanya Rp163,93 miliar yang terserap.
Banyak lagi sederet penyerapan anggaran yang tidak maksimal, berdampak pada serapan anggaran di 2020 hanya 82 persen sebagai rata-rata serapan.
Hal itu pun menurut Isran tidak cukup tinggi mengganggu pembangunan Kaltim. Pembangunan terhambat menurutnya lantaran dampak nyata adanya pandemi Covid-19.
"Tidak mengganggu menurut daya. Sekarang ini pembangunan terganggu akibat Covid-19," pungkasnya. (tim redaksi Diksi)