DIKSI.CO, SAMARINDA - Kasus rasuah yang menyeret Iwan Ratman masih berlanjut.
Didalam persidangan beragendakan pemeriksaan saksi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zaenurofiq dari Kejaksaan Tinggi Kaltim kembali menguliti keterangan sejumlah saksi.
Seluruhnya merupakan bagian dari internal dari Perusahaan Daerah (Perusda) PT Mahakam Gerbang Raja Migas (PT MGRM).
Kehadiran dari para saksi ini lagi-lagi mempertegaskan perilaku menyimpang yang dilakukan terdakwa Iwan Ratman.
Sidang kasus rasuah berupa proyek fiktif pembangunan tangki timbun dan terminal BBM di di Perusda milik Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara ini digelar secara daring di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, pada Kamis (19/8/2021) kemarin.
Dengan kembali menghadirkan terdakwa Iwan Ratman selaku mantan Direktur Utama PT MGRM sebagai pesakitan.
Seperti diketahui, Iwan Ratman didakwa melakukan tindak pidana korupsi pengerjaan proyek fiktif pembangunan tangki timbun dan terminal BBM.
Mengakibatkan negara menderita kerugian sebesar Rp50 miliar.
Proyek tersebut rencananya dibangun di Samboja, Balikpapan, dan Cirebon. Namun pekerjaan itu tak kunjung terlaksana.
Iwan Ratman lantas dituduh menilap uang proyek sebesar Rp50 miliar dengan cara dialirkan ke perusahaan swasta miliknya.
Sebanyak tiga orang saksi yang dihadirkan di persidangan. Masing-masing bernama Haryo Martani selaku Sekretaris Komisaris PT. MGRM dan Plt. Kabag Perekonomian Setda Pemkab Kukar.
Kemudian Maxiano Rantutiga sebagai Manajer Proyek Tangki Timbun Terminal BBM Samboja dan Sam Aril Karyawan PT. MGRM.
Majelis hakim yang dipimpin Hasanuddin selaku ketua majelis hakim, didampingi Arwin Kusmanta dan Suprapto sebagai hakim anggota, di awal membuka persidangan, lebih dahulu meminta keterangan dari saksi Haryo Martani sebagai Komisaris PT MGRM.
JPU Zaenurofiq ketik dikonfirmasi menyampaikan, diawal persidangan hal yang menjadi pertanyaan ialah terkait maksud dan tujuan Pemkab Kukar membentuk PT MGRM. Disebutkan oleh saksi, bahwa ada dua tujuan Perusda yang bergerak di bidang migas tersebut.
Pertama terkait untuk menampung dana participating interest (PI) atau pengelolaan dana deviden dari PT Pertamina Mahakam Hulu (PT PHM).
Selain itu juga berkaitan untuk wadah menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemkab Kukar dan kegiatan usaha lainnya.
Sedangkan modal awal dibentuknya PT MGRM ini berasal dari Pemkab Kukar sebesar Rp4,95 miliar.
Kemudian Rp30 juta dari PT Tunggang Parangan dan PT Ketenaga Listrikan sebesar Rp20 juta.
Sehingga total dibentuknya perusahaan ini menghabiskan biaya sebesar Rp5 miliar.
Kemudian saksi ditanya mengenai pergantian posisi Direktur PT MGRM yang sebelumnya dijabat terdakwa Iwan Ratman, kini digantikan oleh Ahmad Iqbal Nasution di Tahun 2021.
Hal ini berkaitan dengan tindak rasuah yang dilakukan terdakwa, bermula di Tahun 2019.
Dibeberkan, bahwa dari hasil laporan audit independen yang dibuat oleh direksi PT MGRM pada tahun 2019 ditemukan suatu tindakan dari Iwan Ratman, yang kala itu selaku Direktur Utama PT MGRM, telah menyalahi aturan dan keputusan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP). Tindakan menyeleweng dari aturan itu terjadi di hari Jumat 28 Desember 2019.
Diuraikan Haryo Martani, perbuatan yang dimaksud, terkait penerapan Reksadana di Bank Mandiri sebesar Rp10 miliar yang dilakukan terdakwa Iwan Ratman dalam jangka 9 Desember 2019 dan jatuh tempo 3 April 2020.
Dana sebesar Rp10 miliar itu merupakan pemberian pinjaman kepada PT Petro T&C Internasional.
Yang secara jelas telah bertentangan dengan akta pendirian PT Nomor 33 tahun 2018 Pasal 12 angak 1 huruf a. Sebagaimana diatur bahwa melarang direksi meminjam atau meminjamkan uang atas nama perseroan dan menyalahi Undang-undang Perseroan terbatas nomor 40 tahun 2007.
Perbuatan yang dilakukan terdakwa Iwan Ratman ini juga sesuai dengan hasil temuan BPK.
Mengenai telah mengalirnya sejumlah dana milik PT MGRM yang juga terjadi di Tahun 2020 sebesar Rp40 miliar.
"Jadi yang pertama itu kan Rp10 miliar, kemudian Rp40 miliar. Itu temuan BPK, bahwa ada aliran dana yang diluar ketentuan RUPS maupun RKAP di tahun 2019/2020," ungkap Zaenurofiq Jumat (20/8/2021).
Lebih lanjut disampaikan Jaksa yang akrab disapa Rofiq tersebut, bahwa terkait dalih perjanjian kerjasama pembangunan tangki timbun dan terminal BBM antara PT MGRM dengan PT Petro T&C Internasional pada 15 April 2019, merupakan pengaturan sepihak yang dilakukan terdakwa.
Seperti diketahui, didalam perjanjian itu seolah-olah ditanda tangani oleh Iwan Ratman selaku Direktur Utama PT MGRM dan keponakannya sebagai Direktur Utama PT Petro T&C Internasional.
"Jadi singkatnya, dia ini telah melakukan perjanjian dengan dirinya sendiri. Namun diatas kertas itu atas nama keponakannya.
Intinya, kalau dari saksi sekretaris Komisaris ini menyatakan, bahwa memang ada skema bisnis jangka panjang untuk pembangunan tangki timbun dan terminal BBM itu, namun sifatnya golden share," sambungnya.
Mengenai skema golden share yang dimaksud, PT MGRM akan menerima deviden sebesar 20 persen keuntungan setelah tangki timbun dan terminal BBM di bangun, tanpa harus mengeluarkan dana investasi.
Pasalnya anggaran peminjaman maupun biaya investasi juga tidak disediakan sebagai anggaran pembangunan tangki timbun di RKAP PT MGRM.
"Namun diluar keputusan RUPS dan RKAP dana Deviden yang diterima PT MGRM dari PT Pertamina Hulu Mahakam itu telah diserahkan ke Pemkab Kukar itu ada sekitar Rp70 miliaran. Dari dana ini lah uang ditransfer ke PT Petro T&C Internasional secara bertahap," bebernya.
"Dengan total Rp40 miliar dan Rp10 miliar yang dibuat seolah-olah pinjaman. Sampai sekarang proyek ini juga gak jelas dan tidak ada.
Awalnya tanah mau dibebaskan ditahap pertama perencanaan tapi belum terlaksana," imbuhnya.
Sementara itu, dari kedua saksi lainnya yang diminta keterangan menyampaikan, bahwa tidak pernah melihat bentuk terealisasi dari rencana pembangunan tangki timbun dan terminal BBM yang disebutkan akan berlokasi di Samboja, Kukar.
"Jadi sampai sekarang pembangunan tidak ada. Memang ada perencanaan beberapa lokasi yang mau dibebaskan di Samboja, Balikpapan dan Cirebon. Tapi itu masih rencana, tidak terealisasi," tegasnya.
Rofiq yang juga menjabat sebagai Kasi Penuntut Umun Kejati Kaltim menyampaikan, bahwa dengan diperolehnya keterangan seluruh saksi bagian internal PT MGRM yang telah dihadirkan pihaknya, semakin memperkuat dakwan terdakwa.
Di mana semestinya di dalam RUPS setiap ada pengalihan dana investasi yang dikeluarkan, harus ada persetujuan dari para pemegang saham.
"Semakin kuat, jadi apapun alibinya Iwan Ratman, yang jelas pengaliran dana sebesar Rp50 miliar itu tidak sesuai ketentuan RUPS dan RKAP. Lalu karena uang itu dah masuk ke laporan keuangan di Pemkab Kukar, jadi statusnya itu uang daerah. Karena PT MGRM ini kan Perseroda. Kasus ini motifnya sama dengan PT AKU, mengalirkan uang sekian miliar itu tanpa persetujuan RUPS," pungkasnya. (tim redaksi)