DIKSI.CO, SAMARINDA - Peredaran Narkoba di Samarinda dipastikan masih paling tertinggi di Provinsi Kalimantan timur. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya perkara narkoba yang diadili di meja peradilan. Data dihimpun, dalam sepekan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Samarinda, telah menjatuhkan vonis bersalah kepada empat pengedar narkoba jenis sabu dengan berkas perkara yang berbeda.
Para pelaku yang kini telah berstatus terdakwa itu masing-masing bernama Bahtiar, Riski Putra Fasana, Ari Perdana Yudhistira dan Budi. Singkatnya, para budak kristal mematikan itu dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah. Dengan sanksi Pasal 114 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 dan Pasal 112 Ayat (1) Junto Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, tentang narkotika.
Perkara terpidana Bahtiar menjadi yang pertama, yang diputuskan oleh majelis hakim PN Samarinda pada Senin (30/8/2021) lalu. Dalam amar putusan, Majelis Hakim yang diketuai Nyoto Hindaryanto dengan didampingi Hakim Anggota Lucius Sunarno dan Jemmy Tanjung Utama, menjatuhkan vonis bersalah kepada terdakwa Bahtiar dengan hukuman 7 tahun penjara.
Majelis Hakim menyatakan terdakwa Bahtiar terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, melakukan tindak pidana tanpa hak atau melawan hukum menjadi perantara dalam jual beli Narkotika Golongan 1.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Bahtiar dengan pidana penjara selama 7 tahun, dan denda sebesar Rp1 Milyar dengan ketentuan apabila Terdakwa tidak mampu membayar, maka akan diganti dengan hukuman penjara selama 3 bulan,” sebut Ketua Majelis Hakim dalam amar putusannya kala itu.
Selain itu, Majelis Hakim juga menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
“Menetapkan terdakwa tetap ditahan,” sebut Ketua Majelis Hakim lebih lanjut.
Kemudian Majelis Hakim juga menetapkan barang bukti berupa 10 paket Narkotika jenis Sabu-Sabu dengan total berat 3,22 Gram Bruto, 1 buah Hanphone Samsung lipat warna putih, Dompet kecil buatan, dirampas untuk dimusnahkan. Serta uang tunai sekitar Rp300 Ribu dirampas untuk negara, dan membebankan terdakwa membayar biaya perkara sejumlah Rp5 Ribu.