Sabtu, 21 September 2024

Prediksi JATAM, Eksploitasi Tambang Berkedok Ramah Lingkungan di 2021

Koresponden:
Achmad Tirta Wahyuda
Senin, 25 Januari 2021 15:27

Suasana diskusi catatan dan proyeksi JATAM 2021 terkait kejahatan aktivitas pertambangan, Senin (25/1/2021)/ Diksi.co

DIKSI.CO, SAMARINDA - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur merilis catatan dan proyeksi mutasi kejahatan tambang tahun 2021.

Tema besar diangkat Jatam kepermukaan, yakni "Bergerilya Melawan Mesin Ekstraktivisme". 

Merah Johansyah, Koordinator JATAM Nasional mengatakan bahwa kejahatan tambang telah bermutasi menjadi kejahatan negara dan koorporasi tidak lagi bisa dipisahkan.

"Ada beberapa kata kunci di sana. Pertama mutasi, kami melihat bahwa muncul trend baru yang jauh lebih ganas," ujar Merah Johansyah pada diskusi catatan dan proyeksi 2021 yang digelar di Kedai Djong Jalan Perjuangan 2, Senin (25/1/2021).

Terjadi perkawaninan kepentingan antara oligarki dan investasi tambang yang dituang dalam sistem kebijakan pemerintah.

"Seluruh mebijakan korporasi pasti disupport kebijakan negara. Dia tidak berdiri sendiri karena ditunggangi korporasi. Pertama politik elektoral, setiap ada pilkada dan pemilu presiden selalu ada politik tambang dan transaksional antara calon-calon kepala daerah dengan korporasi," ungkapnya.

JATAM memprediksi 2021 akan diwarnai eksploitasi tambang berkedok ramah lingkungan. Diksi pro pembangunan berkelanjutan akan sering diutarakan pemangku kebijakan.

Disebutkan Merah Johansyah, contoh konkrit eksploitasi tambang berkedok ramah lingkungan adalah mega proyek industri fabrikasi mobil listrik.

"Ini disebut pembangunan ekonomi rendah karbon supaya gak bergantung dengan minyak, beremisi, jadi mau bangun pabrik baterai. Padahal nikelnya dikeruk dari pulau-pulau kecil di Indonesia. Sementara untuk menemani pabrik nikel diperlukan PLTU, dan PLTU gak bisa berdiri tanpa batu bara," terangnya.

Sementara itu, senada dengan Merah Johansyah, Dinamisator JATAM Kaltim, Pradarma Rupang mengatakan bahwa aktivitas pengrusakan sumber daya alam di Kaltim saat masa pandemi kian brutal dan terang-terangan.

"Kita juga melihat reaksi sejumlah aparat hukum yang justru seakan membenarkan bahwa pandemi membuat mereka tidak bisa bekerja secara maksimal walaupun dihadapan mata mereka kejahatan itu sedang berlangsung," tutur Rupang.

Lanjutnya, publik dipaksa memahami bahwa negara sedang fokus menangani pandemi. Padahal disisi lain tidak ada penyelesaian tuntas terkait pandemi.

"Sementara aktivitas pekerja tambang batubara menjadi penyumbang klaster terbesar di Kaltim. Itu terjadi di Kutim dan Balikpapan," pungkasnya. (tim redaksi Diksi)

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews