DIKSI.CO, SAMARINDA - Sidang perkara rasuah yang terjadi di Bumi Mulawarman pada Senin (7/6/2021) malam tadi kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda.
Kali ini majelis hakim menggelar perkara proyek peningkatan irigasi di Desa Sepatin, Kecamatan Anggana, Kutai Kartanegara, kembali berlangsung secara daring di ruang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Kembali dihadirkan, tiga terdakwa yang saat ini tengah di tahan di Lapas Klas IIA Tenggarong sebagai pesakitan. Ketiganya adalah Thamrin selaku Pelaksana Kegiatan Peningkatan Irigasi Tambak, Amiruddin Selaku Direktur PT Akbar Persada Indonesia (PT API) dan Maladi sebagai Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).
Sidang kini masuk dalam agenda pemeriksaan saksi meringankan, yang dihadirkan oleh para penasehat hukum dari terdakwa Amiruddin dan Thamrin. Saksi yang dihadirkan itu bernama Abdul Salam, selaku pelaksana kegiatan yang bertugas mendampingi terdakwa Thamrin di lapangan.
Majelis hakim yang diketuai Joni Kondolele dengan didampingi Hakim Anggota Lucius Sunarno dan Ukar Priyambodo langsung membuka persidangan kasus rasuah di Desa Sepatin senilai Rp9,6 miliar tersebut, ditandai dengan ketukan palu.
Di awal persidangan, majelis hakim langsung mempersilakan ketiga penasehat hukum terdakwa untuk melontarkan pertanyaan kepada saksi yang dihadirkan.
Singkat cerita didalam fakta persidangan, Abdul Salam mengaku sangat mengenal dengan kedua terdakwa Amiruddin dan Thamrin. Mereka diketahui merupakan rekanan. Dalam pengerjaan kegiatan peningkatan irigasi tambak tersebut, Abdul Salam mengaku diajak bekerja Thamrin untuk memantau pekerjaan di lapangan.
"Tugas saya sebagai pemantau pekerjaan kegiatan dilapangan. Saya pasti ke lapangan. Khususnya bila ada orang datang dari Dinas PU, saya selalu diminta untuk standby," ungkapnya ketika memberikan keterangan.
Abdul Salam menyampaikan dirinya bertugas mulai memantau excavator yang melakukan pengerukan. Sampai dengan pengerjaan pintu air tambak.
"Saudara tau tidak kalau proyek itu Terdakwa Thamrin meminjam bendera dari Amiruddin," tanya salah satu penasehat hukum.
Seperti yang disampaikan dalam fakta persidangan sebelumnya. Semestinya dalam pengerjaan pembangunan irigasi tambak di Desa Sepatin, sesuai dengan kontrak proyek seharusnya kontraktor menyediakan 20 unit excavator.
Namun fakta di lapangan, unit excavator yang mengeruk tanah hanyalah berjumlah 3 unit saja. Hal itu selain berdampak pada masa pengerjaan yang menjadi lebih lama. Juga telah menyalahi kontrak yang semestinya.
Lebih lanjut, Abdul Salam mengenai proses pencairan proyek. Kontraktor itu mengaku tak tahu menahu. Setahunya mengenai cek kala itu langsung dicairkan oleh Hamzah.
Hal itu senada dengan apa yang diungkapkan Thamrin dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa sebelumnya. Dikatakan Thamrin kala itu, bahwa dirinya hanya mendapatkan tugas dari kenalannya bernama Hamzah. Agar mendapatkan proyek pengerjaan peningkatan irigasi tambak yang menjadi aspirasi warga di Desa Sepatin.
Thamrin diminta mencari perusahaan untuk ikut dalam proses lelang. Ada dua perusahaan yang dipinjam oleh Thamrin dan dikutkan dalam proses lelang tersebut. Yang akhirnya proyek dimenangkan oleh PT API milik Amiruddin, perusahaan yang dipinjam oleh Thamrin.
Dalam proses pengerjaannya, ada dua kali proses pencairan pengerjaan. Pertama uang muka sebesar 20 persen dari jumlah harga proyek. Dan terlahir pada saat pengerjaan telah selesai.
Fatalnya, dua cek guna pencairan yang diberikan oleh Dirut PT API kepada Thamrin, justru diberikan ke Hamzah yang hanya berperan sebagai penyedia jasa alat berat.
Dalam proses pengerjaan ini, meski Thamrin selaku penggerak mendapatkan proyek, namun dirinya tak mendapatkan untung sepersen pun. Lantaran Hamzah yang dipercayakan memegang uang hasil proyek, mengaku bahwa proyek tersebut telah membuat rugi.
Kembali ke perisdangan. Setelah puas mencecar pertanyaan kepada saksi. Sidang pun ditutup oleh Joni Kondolele dan akan kembali dilanjutkan pada Senin (14/6/2021) mendatang.
"Sidang kita tunda satu minggu kedepan. Dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dengan ini sidang kita tutup," pungkas Joni Kondolele.
Diberitakan sebelumnya, perkara tindak pidana korupsi yang menjerat Thamrin, Amiruddin dan Maladi ini, berupa penyimpangan pengerjaan proyek peningkatan irigasi tambak, di Desa Sepatin, Kecamatan Anggana, Kukar. Hingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 9.631.965.250,00 atau Rp 9,6 Miliar.
Temuan tindak rasuah itu berdasarkan Laporan Pemeriksaan Khusus dari Inspektorat Kabupaten Kukar Nomor: Itkab-700/002/LHP-KH/III/2018 tanggal 15 Maret 2018. Disebutkan, kerugian yang diterima negara itu disebabkan pelaksanaan kontrak yang dikerjakan terdakwa, terdapat beberapa penyimpangan.
Di antaranya penyimpangan perubahan jenis pekerjaan, yang semulanya adalah pengerjaan pembangunan Jaringan Irigasi Tambak, diubah menjadi Peninggian Tanggul Tambak.
Selanjutnya penyimpangan berupa perubahan lokasi pekerjaan yang tak sesuai dengan kontrak proyek. Telah terjadi pergeseran lokasi pengerjaan yang dilakukan secara sepihak, yang tak sesuai dengan gambar desain dan dokumen lelang.
Kemudian penyimpangan pelaksanaan pengerjaan kegiatan yang melanggar aturan. Di mana akibat menggeser lokasi pengerjaan tersebut, ternyata masuk ke dalam Kawasan Hutan Produksi, yang seharusnya kegiatan tersebut tidak boleh dilaksanakan.
Terakhir, akibat penyimpangan pekerjaan yang dilakukan itu, berdampak pula pada pelanggaran pelaksanaan kegiatan yang tidak didukung izin pemanfaatan Kawasan Hutan, dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia di Jakarta. (tim redaksi Diksi)