Jumat, 22 November 2024

Nah Kan, Pusat Studi Anti Korupsi Unmul Cium Aroma Korupsi Kartu Pekerja, Minta KPK Ambil Tindakan

Koresponden:
diksi redaksi
Jumat, 8 Mei 2020 0:24

Ilustrasi kartu prakerja/ tribunnews

Aroma korupsi tidak hanya tercium dari proses penunjukan mitra kartu prakerja tanpa melalui proses tender itu. Namun bau menyengat itu juga tercium dari ketidakwajaran kalkulasi anggaran untuk kartu prakerja ini. Dalam program kartu prakerja, Pemerintah memberikan biaya sebesar 3,55 juta untuk membayar biaya pelatihan (kursus) dan insentif bagi pesertanya. Pagu untuk membayar pelatihan melalui sistem daring, ditetapkan sebesar 1 juta. 

Sementara untuk insentif, terdiri dari dua bagian, yakni insentif pasca penuntasan pelatihan pertama sebesar 600 ribu per bulan selama 4 bulan, dan insentif pasca pengisian survei evaluasi sebesar 50 ribu per survei untuk 3 kali survei. Pelatihan kartu prakerja ini menargetkan 5,6 juta peserta. Jika masing-masing peserta diberikan dana sebesar 1 juta untuk pelatihan berbasis daring, maka akan menghabiskan anggaran sebanyak 5,6 trilun. 

Pertanyaannya adalah, apa mungkin anggaran 5,6 trilun ini, habis hanya untuk pelatihan daring saja? Ini tentu saja tidak wajar. Bagaimana mungkin program yang seharusnya bisa diakses bahkan dengan gratis, justru menghabiskan anggaran hingga puluhan triliun? Bahkan banyak kalangan menyebut jika terdapat penetapan harga yang tidak wajar dalam program pelatihan daring ini. Harga pelatihan masing-masing 8 mitra berada dikisaran antara 200 ribu hingga 1 juta. Bandingkan dengan tutorial gratis yang bisa didapatkan dari Youtube dan Google. 

Salah satu cara untuk menilai suatu tindakan penggunaan anggaran itu berpotensi korupsi atau tidak, adalah dengan memotret kesesuaian antara besaran dana dengan wujud kegiatannya. Jika kegiatan yang dilakukan tidak sebanding dengan dana yang harus dikeluarkan, maka tentu ada problematik di sana. Hal inilah yang bisa kita tangkap sebagai pertanda kuatnya aroma korupsi dalam program kartu prakerja

Untuk itu, Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, menyatakan sikap sebagai berikut :

Pertama, meminta kepada Pemerintah untuk menjelaskan secara terbuka perihal keterpilihan 8 platform perusahaan digital sebagai mitra program kartu prakerja tanpa proses tender. Publik butuh penjelasan lebih dari sekedar alasan kesiapan sebagaimana yang disampaikan oleh menteri keuangan. Sebab keterpilihan 8 platform perusahaan digital tersebut tanpa alasan yang rationable dan dapat dipertanggungjawabkan, sama saja dengan tindakan penggunaan diskresi yang berlebihan, yang berpotensi korupsi.

Kedua, Pemerintah harus menjelaskan rasionalisasi anggaran pelatihan dalam jaringan (daring) yang memakan biaya hingga 1 juta per orang, atau total keseluruhan anggaran sebesar 5,6 triliun hanya untuk pelatihan daring ini. Sebab penggunaan anggaran sebesar 5,6 triliun hanya untuk pelatihan daring, adalah hal yang tidak wajar. Hal ini jelas menjadi pertanda kuatnya aroma korupsi dalam program kartu prakerja ini.

Halaman 
Tag berita:
Berita terkait
breakingnews