DIKSI.CO, SAMARINDA - Penetapan dua tersangka oleh massa aksi menolak pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja di Samarinda pada Jumat (6/10/2020) siang tadi mendapat kecaman oleh mahasiswa dan para aktivis.
Dalam siaran pers yang dilakukan secara daring pada pukul 20.00 Wita malam ini, Ricardo selaku Humas Aliansi Mahakam Menggugat mengatakan kalau yang sebenarnya selalu menjadi korban dari setiap aksi adalah para demonstran.
"Kami selalu mendapatkan tindakan represif. Kebebasan berpendapat bahkan yang suudah di atur dalam undang-undang. Membawa sajam (senjata tajam) serta menganiaya aparat adalah tuduhan tanpa dasar," jelas Ricardo.
Ricardo menyebut kalau polisi hanya sekedar melempar tuduhan tersebut. Bahkan jika mau dihitung secara seksama, Ricardo mengklaim kalau yang menjadi korban di setiap aksi pasti mahasiswa jauh lebih banyak ketimbang polisi itu sendiri.
Dan pihaknya pun mengecam langkah penangkapan dan penetapan status tersangka kepada dua mahasiswa berinisial FR (24) dan WJ (22).
"Bahkan polisi membuat framing baru kalau ada aparat yang menyamar menjadi wartawan dan melakukan aksi represif kepada kami," kata Ricardo.
"Soal lemparan bom molotov pun demikian. Kami yang dituduh padahal mereka (polisi) yang menyamar. Dan banyak aparat berseragam sipil saat chaos mereka menarik massa aksi bahkan ada yang menendang kelaminnya," kata Ricardo lagi.