DIKSI.CO, SAMARINDA - Kasus dugaan rasuah pengadaan proyek fiktif pembangunan Tangki Timbun dan Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) yang menjerat mantan Direktur Utama PT Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM), Iwan Ratman yang sempat tertunda pekan lalu akhirnya dilanjutkan pada Selasa (13/7/2021) sore tadi.
Dipimpin Hasanuddin selaku ketua majelis hakim dengan didampingi Arwin Kusmanta dan Suprapto sebagai hakim anggota, sidang beragendakan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi terdakwa digelar secara daring di ruang tindak pidana korupsi (Tipikor), Pengadilan Negeri (PN) Samarinda.
Untuk diketahui, mantan pimpinan Perusda milik Pemkab Kutai Kartanegara (Kukar) ini didakwa melakukan penyimpangan dalam pengerjaan proyek pembangunan tangki timbun dan terminal BBM, yang disebut fiktif. Hingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp50 miliar.
Disebutkan, proyek pembangunan tangki timbun dan terminal BBM itu rencananya dibangun di Samboja, Balikpapan dan Cirebon. Namun pekerjaan itu tak kunjung terlaksana.
Atas dasar itu, Iwan Ratman dicurigai telah menilap uang proyek sebesar Rp50 miliar. Sebab adanya temuan aliran dana ke perusahaan swasta miliknya. Menanggapi perihal itu, Jaksa menilai jika dakwaannya telah sesuai dengan prosedur yang berlaku.
"Tanggapan kami ya sudah sesuai dengan dakwaan," ungkap Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Kaltim, Zaenurofiq saat dikonfirmasi usai persidangan.
Lanjut diungkapkan Rofiq, dakwaan kepada Iwan Ratman telah disusun sesuai dengan ketentuan perundang-undangan sehingga bisa dijadikan dasar pemeriksaan perkara ini.
"Tiap tindakan JPU telah sesuai dengan tugas aparat penegak hukum negara dalam lingkup ICJS (Integrated Criminal Justice System)," imbuhnya.
Dengan demikian, Majelis Hakim memutuskan melanjutkan persidangan pekan depan pada Kamis (22/7/2021). Diwartakan sebelumnya, eksepsi yang diutrakan terdakwa Iwan Ratman melalui kuasa hukumnya menilai ada tiga poin utama.
Poin pertama terkait sengketa perdata. PI (Participating Interest) disebut bukan berasal dari uang negara. PI dikatakan berasal dari kontraktor swasta, yang diberikan kepada persero.
Dalam dakwaan JPU mengenai asal usul anggaran yang digunakan PT MGRM untuk proyek pembangunan tangki timbun dan terminal BBM, berasal dari dividen Pertamina Hulu Mahakam (PHM) sebesar 10 persen. Dari jumlah itu, Pemkab Kukar mendapatkan bagian 3,5 persen. Sedangkan sisanya mengalir ke Pemprov Kaltim.
Dana hasil migas sebesar Rp70 miliar yang diterima oleh Pemkab Kukar ini, kemudian dikelola oleh PT MGRM. Dari Rp70 milar ini, Rp50 miliar di antaranya untuk membangun tangki timbun dan terminal BBM, di Samboja, Balikpapan dan Cirebon.
Atas dasar itu, kuasa hukum terdakwa menyebut anggaran yang dikelola oleh PT MGRM, bukanlah uang negara. Melainkan pemasukan dividen dari persero kepada Pemkab Kukar melalui Pemprov Kaltim.
Dari anggaran yang diterima PT MGRM untuk membangun tangki timbun dan terminal BBM, rupanya sebesar Rp50 miliar ini dialirkan ke PT Petro TNC Internasional. Yang tak lain merupakan perusahaan bentukan terdakwa bersama keponakannya. Dana sebesar itu dialirkan ke PT Petro TNC Internasional dalam rangka pelaksanaan perjanjian kerja sama proyek pembangunan.
Namun saat ini pembangunan tidak pernah ada. Pria yang pernah dinobatkan sebagai TOP CEO BUMD tersebut, merupakan pemilik sekaligus pemegang saham di PT Petro T&C International. Dari perusahaan inilah, diduga terdakwa Iwan Ratman akan menilap uang puluhan miliar tersebut.
Kerugian negara sebesar Rp50 miliar tersebut, sebagaimana tertuang dari hasil Laporan Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalimantan Timur dengan Nomor LAPKKN-74/PW.17/5/2021 tertanggal 16 April 2021.
Atas dugaan perbuatannya, Iwan dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1), Junto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 55 SAyat (1) Ke-1 KUHPidana.
Dan Subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana KorupsI, Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana. (tim redaksi Diksi)