Sabtu, 23 November 2024

Kunjungan Terakhir Kapal Muatan, Samarinda Terancam Krisis Bahan Pangan

Koresponden:
Muhammad Zulkifly
Kamis, 9 April 2020 10:46

Aktivitas bongkar muatan terakhir KM Prince Soya di Pelabuhan Samarinda sejak merebaknya pandemi Covid-19 dan gelombang penolakan dari masyarakat terkait aktivitas yang ada./Diksi.co

DIKSI.CO, SAMARINDA - Akibat gelombang penolakan, aktivitas tambatan kapal penumpang luar daerah di Pelabuhan Samarinda, Jalan Yos Sudarso, Kecamatan Samarinda, telah diberlakukan. Kamis (9/4/2020) menjelang petang tadi terpantau Kapal Motor (KM) Prince Soya bertambat sebagai yang terakhir dengan muatan sembako.

Tak seperti biasanya, kapal jenis roro itu terpantau hanya para buruh yang hilir mudik melakukan bongkar muatan bahan pangan. Tak ada penumpang satu pun. Kendati kondisi ini seperti yang diinginkan masyarakat Kota Tepian, namun bukan berarti tak ada konsekuen di dalamnya.

Krisis bahan pangan bisa menjadi mimpi buruk jika pemerintah tak sigap bertindak lantaran kapal muatan tersebut menjadi yang terakhir bertambat di Pelabuhan Samarinda.

Coba melakukan konfirmasi, pemilik KM Prince Soya Saraping Beddu menjelaskan, selepas penurunan muatan sembako pada hari ini, pihaknya akan menghentikan operasional sementara waktu dan memarkirkan kapal di galangan miliknya.

"Habis ini saya bawa kapal ke galangan untuk diistirahatkan dulu. Belum tahu juga sampai kapan, ya kami menunggu saja," ucapnya saat dijumpai di sela-sela aktivitas pelabuhan.

Lebih jauh, diungkapkannya, armada kapal itu sebetulnya masih ingin tetap beroperasi meski keuntungan yang didapat tak seberapa dan bahkan bisa disebut merugi. Namun, kenyataan berkata lain hingga membuat Sarapping tak memiliki banyak pilihan.

"Sudah rugi, diancam mau didemo lagi. Ya, mending saya istirahatkan aja dulu," imbuhnya.

Akibat kebijakan dari Pemkot Samarinda, ujar Sarapping, pihaknya mengalami kerugian yang sangat tinggi. Pria asal Sulawesi Selatan (Sulsel) tersebut menyebutkan, mungkin hasil hari ini hanya sekitar Rp40 juta saja. Sedangkan untuk bahan bakarnya saja sudah mencapai Rp180 juta untuk pulang-pergi.

Sekadar informasi, dalam sekali pelayaran, kapal miliknya bisa mengangkut beras minimal 200 ton. Jadi, jika dijumlahkan dari kapal yang selalu bersandar di Pelabuhan Samarinda, rata-rata beras yang masuk bisa mencapai 350.000 ton per minggu. Hal tersebut belum termasuk, seperti kol, bawang, kentang dan sayur-mayur lainnya.

Bahkan, sambung Sarapping, dari beberapa kabar yang meresahkannya dalam bekerja, ialah adanya selentingan warga yang mengaku kalau sekalipun tak ada pasokan bahan baku dari Sulawesi ke Samarinda, maka kebutuhan masyarakat masih bisa terpenuhi dari para petani di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).

"Jika tidak mengirim dari Sulawesi kami tidak tahu lagi. Saya mau kerja asalkan tidak ada intervensi dari pihak lain," tambahnya.

Terpisah, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II A Samarinda Dwi Yanto menerangkan, masyarakat bisa melihat sendiri, kalau sekarang tidak lagi ada aktivitas angkutan penumpang di Pelabuhan Samarinda.

"Lihat saja sendiri, kapal sudah tidak melakukan angkutan penumpang," ucap Dwi.

Kebijakan Pemkot Samarinda saat ini membuat sejumlah besar pengelol kapal muatan tak lagi mengoperasikan kerja harian mereka seperti biasa. Bahkan, jika semuanya nanti bakal benar-benar berhenti beroperasi, maka tak akan ada lagi kapal cadangan yang akan melakukan pasokan selanjutnya bagi masyarakat Kota Tepian.

"Kapal lain tidak ada yang mau masuk sini, karena ada beberapa kendala seperti arus alur sungai serta ketinggian kapal yang terhalang dengan jembatan," jelasnya.

Oleh karena itu, lanjut Dwi, pihaknya meminta Pemkot Samarinda agar memperhitungkan dulu sebelum mengambil keputusan seperti ini.

"Kita ini kan wilayah sungai, bukan laut lepas," pungkasnya. (tim redaksi Diksi)

Saefuddin Zuhri/Diksi.co

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews