Meskipun demikian, masalah sering muncul ketika klaim kepemilikan tanah berubah setelah kesepakatan awal dengan masyarakat.
"Ini adalah tantangan bagi kami. Kami terus berusaha untuk melindungi para investor dengan memfasilitasi pertemuan antara masyarakat, pemilik tanah, dan perusahaan.
Namun, terkait kepemilikan tanah ini, kami tidak dapat mengambil keputusan secara sepihak," ungkap Toto.
Dalam situasi ketika individu atau perusahaan dianggap mengganggu iklim investasi, Toto mengklarifikasi bahwa perlu diketahui secara rinci detail masalah yang mendasarinya.
Pemerintah Kabupaten Paser tidak dapat dengan cepat dan sembrono memberikan dukungan pada salah satu pihak tanpa mempertimbangkan semua fakta.
"Jika upaya mediasi melalui musyawarah tidak menghasilkan kesepakatan, barulah masalah ini akan dibawa ke pengadilan sebagai langkah terakhir," jelasnya.
Selain masalah kepemilikan lahan, faktor lain yang turut mempengaruhi terkendalinya jenis investasi adalah keterbatasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Toto menyatakan bahwa tata ruang yang saat ini ada cenderung kaku dan kurang fleksibel. Misalnya, pembangunan industri kayu tidak diizinkan di kawasan perkebunan, melainkan hanya di kawasan industri.
"Ini adalah salah satu masalah yang perlu diatasi. Oleh karena itu, dalam revisi RTRW yang sedang berlangsung, fleksibilitasnya harus ditingkatkan. Jika tidak, hal ini bisa menghambat potensi investasi," ungkap Toto.