Jumat, 22 November 2024

Kemenag Batasi Penggunaan Pengeras Suara Masjid, Unsur Pimpinan DPRD Samarinda Beri Tanggapan

Koresponden:
Achmad Tirta Wahyuda
Kamis, 24 Februari 2022 7:5

Kantor DPRD Kota Samarinda, Kamis (24/2/2022)/ Diksi.co

DIKSI.CO, SAMARINDA - Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala memunculkan polemik di masyarakat. SE ini mengatur agar penggunaan pengeras suara masjid dibatasi dan hanya dinyalakan di waktu-waktu tertentu.

Dalam keterangan tertulisnya, Senin (21/2/2022), Menag Yaqut Cholil Qoumas menjelaskan bahwa pengeras suara masjid memang dibutuhkan umat Islam sebagai bagian dari syiar agama. Namun, menurutnya, masyarakat Indonesia sangat beragam, baik agama maupun latar belakangnya, sehingga pengaturan pengeras suara masjid bertujuan untuk kemaslahatan bersama.

"Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat," ujar Menag Yaqut.

Menanggapi perihal tersebut, Wakil Ketua DPRD Samarinda, Subandi menilai bahwa alasan Menag mengeluarkan kebijakan itu untuk kerukunan umat justru tidak tepat. 

"Kalau pendapat saya dalam keberagaman toleransi antar umat beragama sebenarnya kita di Indonesia ini sudah teruji. Yang mana di tempat-tempat mayoritas muslim tidak pernah ada masalah," kata Subandi saat dihubungi awak media, Kamis (24/2/2022).

Bahkan, lanjut Subandi, toleransi antar umat beragama di seluruh Indonesia saat ini sudah teruji mulai puluhan hingga ratusan tahun yang lalu dan tidak pernah ada timbul gesekan sosial, sebab perihal pengeras suara masjid tersebut. 

"Karena yang ada selama ini (suara pengeras masjid) itu sudah sangat dimaklumi oleh sodara-sodara kita yang lainnya. Kalau kemudian harus dibatasi seperti itu yang gimana ya," tanya Subandi

Meski kebijakan tersebut belum ditetapkan diseluruh penjuru Indonesia, Subandi pun mengharapkan agar lebih dulu dilakukan evaluasi, atau pemerintah membuka ruang dialog yang luas untuk melakukan kajian kebijakan tersebut. 

"Kalau menurut saya, Menteri Agama harus membuka ruang dialog seluas mungkin agar kebijakan ini tidak salah tafsir di masyarakat," tegasnya. 

Membuka ruang dialog penting untuk dilakukan guna menghindari persepsi buruk dari masyarakat terhadap pemerintah tentang kebijakan aturan pengeras suara masjid. 

"Iya harus dibicarakan, mungkin kepada MUI atau tokoh alim ulama lainnya. Karena yang berjalan selama ini toh baik-baik saja," terangnya. 

Kendati demikian, Subandi sejatinya tidak menolak kalau nantinya aturan tersebut benar akan diberlakukan ke seluruh wilayah Indonesia. 

"Kalau itu memang sudah menjadi keputusan ya apa boleh buat. Tapi titik poinnya, tetap menteri agama harus membuka ruang dialog untuk menjelaskan apa urgensinya dan tidak menimbulkan salah tafsir," pungkasnya. (advertorial)

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews