DIKSI.CO, SAMARINDA - Gubernur Kaltim, menginstruksikan bupati dan wali kota untuk melakukan sterilisasi kegiatan pada Sabtu dan Minggu (6-7 Februari 2021).
Dalam agenda sterilisasi tersebut, masyarakat dilarang melakukan kegiatan pengumpulan orang banyak, tempat usaha ditutup, bahkan warga dilarang pergi keluar rumah.
Menanggapi keputusan Pemerintah Provinsi Kaltim, akademisi Universitas Mulawarman Hairul Anwar atau akrab disapa Cody menyebut bahwa dari segi kebijakan belum ada kebijakan mengenai pencegahan Covid-19 yang benar dan berhasil.
"Kalau kita buat kebijakan dari sisi kesehatan ekonomi terganggu, kalau buat kebijakan dari sisi ekonomi kesehatan terganggu. Itu kenapa kita tidak mau lockdown," kata Cody saat dihubungi awak media, Jumat (5/2/2021).
Alasan utama pemerintah tidak menggunakan kata lockdown sebut Cody, karena ada kewajiban pemerintah menanggung biaya hidup masyarakat.
"Kalau mau lockdown pemerintah harus nanggung. Makanya gak pakai kata lockdown supaya tidak kena peraturan perundangan-undangan," ujarnya.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unmul ini menegaskan dua hal yang harus diperhatikan, pertama mengenai ekonomi, pemerintah idealnya harus melakukan pengetatan protokol Covid-19, kedua efektivitas dalam rangka mengurangi angka penularan Covid-19.
"Kalau 2 hari kita juga gak tau cara mengukurnya. Yang kita harapkan ada mekanisme evaluasi yang jelas," tegasnya.
"Harus ada evaluasi berupa data warga terdampak selama 2 hari ini. Kedua harus ada data sebesar apa mampu mengurangi penularan Covid-19. Paling cepat 2 Minggu harus ada. Apakah ada penurunan signifikan atau tidak," sambungnya.
Cody kembali menegaskan, kebijakan pemerintah menutup aktivitas masyarakat selama 2 hari akan berdampak besar pada pelaku usaha informal atau usaha-usaha kecil dan membuat kebutuhan rumah tangga meningkat.
"Lockdown bukan berarti mengurangi biaya hidup. Karena mendadak kita akan belanja lebih banyak dari biasanya untuk persediaan," pungkasnya. (tim redaksi Diksi)