Jumat, 22 November 2024

Jatam Kaltim Gugat Keterbukaan Kontrak dan Evaluasi 5 Perusahaan Raksasa Batu Bara di Kementerian ESDM, Sidang Perdana Digelar 21 September Lalu

Koresponden:
Er Riyadi
Selasa, 28 September 2021 8:32

Pradarma Rupang, Dinamisator Jatam Kaltim/ Diksi.co

DIKSI.CO, SAMARINDA - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim melakukan gugatan keterbukaan informasi publik di Komisi Informasi Publik (KIP) pusat.

Tuntutannya, meminta keterbukaan kontrak dan evaluasi Kementerian ESDM RI kepada 5 perusahaan raksasa batu bara, yang akan habis masa berlakunya di 2021-2025.

Pradarma Rupang, Dinamisator Jatam Kaltim yang juga selaku pemohon dalam gugatan KIP, menyampaikan beberapa kronologis alur permohonan upaya penyelesaian sengketa informasi di KIP:

8 September 2020
Surat permohonan dilayangkan dan telah diterima secara langsung oleh pihak Kementerian ESDM RI.

29 September 2020
Jatam Kaltim melayangkan surat keberatan kepada PPID Kementerian ESDM, berdasarkan UU Keterbukaan No. 14 Tahun 2008. Informasi selambat-lambatnya 10 hari sejak permohonan diterima, PPID wajib memberikan tanggapan kepada pemohon.

Waktu untuk Menteri ESDM menjawab keberatan telah melewati 30 hari kerja. Maka pada 17 November 2020, Jatam Kaltim mendaftarkan penyelesaian sengketa informasi kepada KIP.

Pada 21 September 2021, telah dilaksanakan sidang perdana penyelesaian sengketa di KIP. Dalam sidang itu Kementerian ESDM teguh menyampaikan bahwa informasi yang disengketakan merupakan informasi yang dikecualikan.

"Kementerian ESDM baru menjawab setelah melewati waktu yang ditentukan 30 hari kerja. Jawaban dari pihak Menteri ESDM informasi yang Jatam Kaltim mohonkan adalah informasi yang dikecualikan," kata Pradarma Rupang, Selasa (28/9/2021).

Pada sidang perdana itu, hadir Pradarma Rupang sebagai pemohon. Sementara untuk termohon menghadirkan 9 kuasa hukum yang mewakili Kementerian ESDM RI.

Selanjutnya akan digelar sideng kedua, dengan agenda mediasi.

"Sidang pertama sudah diketahui tidak ada kompromi, pihak ESDM tetap bertahan pada prinsip dia, bahwa informasi yang kami minta adalah informasi yang dikecualikan," imbuhnya.

Dalam tuntutannya, Jatam Kaltim mendesak dibukannya data dan informasi hak dan kewajiban 5 pemegang PKP2B yang izinnya kan berakhir dalam waktu dekat (hingga 2025).

Selain itu, pemerintah juga diminta melakukan audit dan evaluasi terhadap seluruh PKP2B yang izinnya segera berakhir, dengan melibatkan masyarakat di lingkar tambang.

Terakhir, Jatam Kaltim meminta pemerintah menolak dilakukannya perpanjangan terhadap perusahaan tambang yang melakukan pelanggaran.

"Kami berada yang dekat dengan lokasi tambang, jadi informasi itu harusnya berhak diberikan kepada kami. Betulkah sudah terjadi evaluasi, ini yang menjadi pertanyaan oleh masyarakat," tuturnya.

Berikut 5 pemegang PKP2B yang masa berlakunya akan habis hingga 2025 mendatang:

1. PT Arutmin: 1981-2020 (39 tahun)
2. PT KPC: 1982-2021 (38 tahun)
3. PT MHU: 1986-2022 (36 tahun)
4. PT KJA: 1982-2023 (41 tahun)
5. PT Berau Coal: 1983-2025 (42 tahun)

"Ketika kami meminta data kontak karya perusahan, tapi malah ditutup rapat oleh pemerintah. Untuk itu kami juga bertanya ke pemerintah bagaimana keterbukaan evaluasi yang diberikan kepada pihak perusahaan," tegasnya.

Sementara itu, Aryanto Nugroho, Koordinator Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, menyebut dokumen kontrak PKP2B disebut bukanlah dokumen yang dikecualikan, seperti disampaikan pihak Kementerian ESDM.

Menurutnya, kontrak PKP2B merupakan dokumen yang bisa diakses dan terbuka oleh masyarakat.

Sesuai regulasi, dalam Undang-undang PPLH disebut poin mengatur terkait hak atas informasi. Juga dalam UU Minerba tertera hak warga dapat mengetahui dokumen kontrak.

"Dalam Undang-undang KIP, Pasal 11, ayat 1, huruf e. Tertulis, kontrak itu adalah badan publik wajib membuka kontrak dengan pihak ketiga, kontrak badan dan jasa," jabar Aryanto.

Dalam penjelasan itu, kontrak PKP2B bisa juga disebut kontrak pemerintah bersama penyedia barang dan jasa.

Aryanto menegaskan jika pihak kementerian tidak membuka data kontrak itu, sama saja melanggar Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik.

"Kita mau lihat dari mana, mulai dari UU PPLH, UU Minerba, sampai UU KIP, semua menyebut dokumen kontrak merupakan dokumen terbuka bagi masyarakat. Dokumen kontrak bukan dokumen dikecualikan," pungkasnya. (tim redaksi Diksi)

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews