Senin, 7 Oktober 2024

Jalur Trans Samarinda - Kubar Semakin Memilukan, Tak Tersentuh Perbaikan Sejak 2019

Koresponden:
Muhammad Zulkifly
Senin, 31 Januari 2022 13:55

Warga di sekitar Desa Perian jalur Trans Kaltim, Kutai Kartanegara - Kutai Barat terlihat melakukan perbaikan secara swadaya untuk meminimalisir bahaya bagi para pengendara

DIKSI.CO, SAMARINDA - Meski menjadi salah satu daerah penyumbang devisa terbesar bagi negara pada September 2021 kemarin, dengan surplus di sektor perindustrian mencapai 2,18 miliar USD, nyatanya pembangunan dan pembenahan infrastruktur Kalimantan Timur di sektor jalan trans masih begitu memilukan.

Semisal jalur trans yang menghubungkan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dengan Kabupaten Kutai Barat (Kubar).

Jalan penghubung wilayah di provinsi berjuluk Bumi Mulawarman itu pun semakin mengkhawatirkan.

Bahkan, jalan penghubung dua kabupaten terkaya di Kaltim itu disebut sebagai "jalur 1000 lubang".

Jalur ekstrem itu pun memaksa sebagian masyarakat di hulu Sungai Mahakam yang hendak bepergian memilih jalur air menggunakan speed boat atau kapal dengan risiko yang lebih tinggi.

Masih hangat dalam ingatan, seperti peristiwa terbaliknya speed boat Berkah Bersaudara 03 yang bertolak dari Dermaga Mahakam Ilir Samarinda menuju Melak, Kutai Barat dan mengalami kecelakaan di perairan Sungai Mahakam di sekitar Muara Wis, Kabupaten Kutai Kartanegara pada Senin 17 Januari 2022.

Untung, dalam peristiwa tersebut di jalur air yang lebih beresiko itu ke-12 penumpang speed boat Berkah Bersaudara 03, yang juga membawa serta jenazah selamat dan berhasil dievakuasi.

Berangkat dari sekelumit permasalahan infrastruktur tersebut, delapan awak media dari Samarinda pun pada Jumat 21 Januari 2022 kemarin coba melakukan perjalanan, menjajal jalur trans Kukar-Kubar yang kondisinya semakin memilukan guna melihat dan merasakan langsung penderitaan masyarakat di hulu Sungai Mahakam.

Perjalanan delapan awak media bertajuk "Touring Jurnalis On Kubar" itu pun dimulai pada pukul 06.15 Wita, dengan rute 30 kilometer menuju wilayah pusat pemerintahan Kabupaten Kutai Kartanegara, tepatnya di Kecamatan Tenggarong.

Di awal perjalanan, cuaca mendung mengiringi laju motor delapan jurnalis Kota Tepian.

Meski cuaca tak begitu bersahabat, namun perjalan tetap dilanjutkan dengan tujuan mendapat gambaran utuh kondisi jalan trans Kutai Barat yang tak lagi mendapat perbaikan sejak 2019 silam.

Baru saja perjalanan dimulai, ketika di jalur menuju ke Jembatan Ing Martadipura, Tenggarong, tepatnya di kawasan Teluk Dalam rombongan pun sudah disambut dengan kondisi jalan berlubang.

Namun hal itu bukan menjadi kendala berarti. Setelah melalui komplek perkantoran Bupati Kukar, rombongan pun tiba di kawasan Jahab, yang mana banyak masyarakat menyebutnya sebagai titik nol perlintasan menuju ke Kubar.

Selepas Jahab, kawasan selanjutnya rombongan memasuki jalur Desa Senoni di Kecamatan Sebulu.

Pada titik itu, rombongan jurnalis Kota Tepian disuguhkan kondisi jalan yang mengalami kerusakan ringan

Kondisi serupa pun kembali ditemui ketika rombongan memasuki kawasan Desa Sedulang, Kecamatan Kota Bangun yang menjadi lokasi pertama peristirahatan ketika waktu memasuki Salat Jumat.

Ditengah peristirahatan, ke-delapan awak media sempat berbincang dengan warga sekitar, menanyakan kondisi perlintasan dari Tenggarong, Kukar ke Kecamatan Barong Tongkok, Kubar yang akan semakin parah ketika memasuki wilayah perbatasan kedua kabupaten.

Dalam perhitungan jarak berdasarkan google maps, jarak yang harus ditempuh rombongan awak media sejauh 267,2 kilometer, dan kalau dihitung dari Samarinda maka sejauh 293,3 kilometer.

Selepas rehat perjalanan pun kembali dilanjutkan, delapan awak media yang menggunakan sepeda motor pun selanjutnya memasuki Kecamatan Muara Kaman Ulu.

Kondisi kerusakan jalan yang lumayan berat pun mulai dirasakan. Bahkan rombongan awak media terus merasakan kondisi tersebut hingga perjalanan mencapai Desa Muara Leka dan Perian di Kecamatan Muara Muntai yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Barat.

Setibanya di wilayah perbatasan itu, tepat sebelum Maghrib pada pukul 17.00 Wita, perjalanan rombongan awak media semakin terkendala.

Selain untuk mendokumentasikan kondisi kerusakan jalan, beberapa motor yang ditunggangi pun mengalami beberapa kendala.

Ketika semakin mendekati wilayah perbatasan, tepat di lingkungan RT 4-41 desa Perian, rombongan pun mulai disuguhkan jalan dengan kondisi kerusakan parah.

Kubangan besar yang menganga di tengah jalan pun membuat banyak roda empat hingga truk bermuatan mengalami kesulitan untuk melintas.

Bahkan di titik jalan itu, rombongan sempat menyaksikan bagaimana perjuangan pikap bermuatan hasil sungai melintasi jalan rusak parah yang juga licin.

Menurut warga sekitar bernama EEN, pada Juli 2021 kemarin sempat ada beberapa pekerja konstruksi yang berkunjung dan mengatakan akan dilakukan perbaikan.

"Tapi tidak tahu dari mana. Katanya akan ada perbaikan jadi dilakukan pengupasan (jalan), tapi kenyataannya tidak ada sampai sekarang (Jumat lalu)," kata Een, yang merupakan warga RT 41.

Selain itu, Een yang juga berprofesi sebagai mekanik sebuah bengkel motor itu juga mengatakan, kondisi jalan yang semakin parah disebabkan oleh ambrolnya gorong-gorong sehingga air meluap ke badan jalan utama.

"Sebelum ada pengupasan itu air di gorong-gorong lancar saja, tidak meluap seperti itu," tambahnya.

Kepada rombongan awak media, EEn juga berpesan agar lebih berhati-hati di jalur selanjutnya.

Karena keadaan jalan akan semakin parah dan terus berlangsung hingga memasuki wilayah Kabupaten Kutai Barat.

"Nanti di depan itu juga banyak jalan rusak bahkan lebih parah," imbaunya.

Hari pun beranjak gelap. Rombongan yang penasaran dengan kondisi jalur di depan pun kembali melanjutkan perjalanan yang mana memang terasa lebih berat dan berbahaya, karena harus berpapasan dan beriringan dengan konvoi truk bermuatan sawit, batu bara dan juga kayu.

Apa yang kami saksikan di jalur Trans Kaltim yang sudah memasuki wilayah Kubar itu cukup membuat kami tersentak, dimana "raja jalanan" itu bebas hilir mudik melintas.

Sehingga kami pun berkeyakinan fakta yang kami lihat itu adalah penyebab hancurnya Jalan Nasional yang menghubungkan dua kabupaten itu.

Dalam wawancara kami dengan beberapa pemilik warung di Jalan Trans Kaltim dari Kecamatan Bongan, hingga Kecamatan Muara Lawa (simpang Kalteng), Kabupaten Kutai Barat diketahui bahwa hauling kendaraan bermuatan sawit, batu bara, dan kayu hampir 85 persen bersumber dari aktivitas ilegal yang tersembunyi dibalik lebatnya hutan.

Sayang warga menyebut kegiatan merusak alam dan infrastruktur itu tak pernah tersentuh hukum.

Kerusakan demi kerusakan jalan terus dirasakan terutama ketika kami berada di kawasan KEM Baru.

Meski terlihat ada upaya perbaikan jalan, berupa pengecoran semenisasi, namun kondisi itu terlihat seperti setengah hati.

Diluar kondisi jalan berlubang yang ambles karena menjadi perlintasan kendaraan bermuatan besar, kondisi serupa pun kembali dirasa saat rombongan awak media melakukan perjalanan pulang ke Samarinda pada Minggu 23 Januari 2022 kemarin.

Rombongan kala itu mendapati abrasi lapisan tanah jalan yang tak jauh dari Simpang Kalteng, Kecamatan Bentian Besar.

Kondisi jalan yang mengalami abrasi itu diperkirakan sepajang 12 meter dengan jarak longsoran tanah sekira 70 meter ke arah aliran Sungai Bentian Besar.

Tentunya kondisi itu sangat mengancam keselamatan pengguna jalan khususnya mereka yang melintas pada malam hari.

Selain tak terlihat karena sama sekali tidak ada penerangan, posisi abrasi terjadi persis di jalan menikung dari arah Kubar ke Samarinda maupun sebaliknya.

Tak tampak penanganan khusus kecuali hanya bentang pita proyek sebagai penanda bahaya, yang pastinya tidak akan mampu mencegah ancaman titik Jalan Trans Kaltim itu akan terputus jika tidak segera diperbaiki.

Kembali di hari pertama perjalanan, rombongan pun akhirnya tiba di Kecamatan Barong Tongkok pusat pemerintahan Kabupaten Kubar yang memiliki semboyan Tanah Purai Ngeriman (Tanah Subur Makmur Melimpah Ruah), dengan waktu tempuh sekira 12 jam perjalanan menggunakan motor.

Hancurnya ruas Jalan Trans Kaltim menuju Kubar itu pun tentu sangat disayangkan oleh mantan orang nomor satunya, yakni Ismael Tomas, yang kini duduk di kursi parlemen DPR RI.

Kepada rombongan awak media, Ismael sedikit bercerita bagaimana dulu dirinya menjaga agar jalan poros sebagai penggerak perekonomian di tanah kelahirannya itu tetap layak dilalui.

"Sejak 1997 jalan darat itu sudah bisa dilewati meski kondisi belum beraspal. Kemudian ditahun selanjutnya (1998) sampai 2005, pengaspalan selesai dilakukan dan Jalan Trans Kaltim bisa ditempuh 8 jam dari Samarinda sampai di Barong Tongkok," beber Ismael.

Jalan trans yang semakin terabaikan itu pun akhirnya membuat rute perjalanan Samarinda - Barong Tongkok, Kutai Barat harus ditempuh dalam waktu 12 jam hingga sehari semalam tergantung cuaca yang bisa semakin memperparah kondisi jalan.

"Pada 2006 dilakukan perawatan namun hanya sepotong-sepotong, hingga timbul permasalahan kian parah di 2021 sampai kini (2022)," ujar Ismael.

Pengecoran yang terlihat saat ini, menurut Ismael pun tidak dikerjakan dengan maksimal. Faktanya peningkatan kelas jalan yang dikerjakan 2019 - 2020 terkesan terbengkalai.

"Seperti 450 meter dan 100 meter. Tapi sampai berlumut semenisasi itu tidak tersambung-sambung, karena yang jalan negara saja hanya antara Tenggarong sampai ke Simpang Kalteng.

Sedangkan yang rusak berat termasuk jalan provinsi mulai dari Simpang Kalteng ke Barong Tongkok. Karena sebetulnya jalan provinsi itu dari simpang Kalteng sampai Melak," papar Ismael.

Dimasa kepemimpinannya sebagai Bupati Kubar medio 2006 hingga 2011, Ismael mengaku pernah menyurati Gubernur Kaltim dan menawarkan diri untuk membuat jalan dua jalur dari Barong ke Melak.

"Karena saya pikir 100 tahun pun tidak bakal provinsi mau bikin dua jalur Barong-Melak itu," tegasnya.

Ismael pun menyinggung pemerintahan di Kubar saat ini, yang mana selalu menyalahkan truk batu bara dan sawit. Karena menurutnya pemerintah kabupaten memiliki Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (DLLAJR) yang mengelola dan mengawasi Jembatan Timbang.

"Bilangnya suruh dukung usaha, tapi malah disalahkan. Kita kan bisa bikin aturan untuk membuat jembatan timbang. Dulu sudah pernah saya bikin jembatan timbang, tapi tidak tahu sekarang bagaimana," ucapnya dengan nada bertanya.

Alhasil pria kelahiran Linggang Bigung, Kutai Barat, 31 Januari 1955 itupun turut menyoroti besaran silpa Kabupaten Kubar sebesar Rp 1,8 triliun yang diakumulasikan sejak 2017 hingga 2020.

"Untuk 2021 saya belum tahu. Seharusnya (silpa) bisa digunakan untuk perbaikan jalan. Dana yang ditransfer pusat untuk daerah harusnya digunakan modal dalam pembangunan daerah, bukan ditabung. Karena silpa itu kan sama saja dengan ditabung dan dibukukan ke APBD berikutnya," tekan ayah dua anak itu.

Pernyataan serupa pun turut diutarakan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) LSM Forum Akuntabilitas dan Transparansi (FAKTA), Kabupaten Kutai Barat.

Kata Hertin Armansyah, Ketua DPD LSM Fakta Kubar, sejatinya kerusakan jalan trans itu dikarenakan kendaraan yang melintas seperti truk bermuatan melebihi kapasitas jalan.

Dari yang sejatinya jalan Trans Kaltim di kelas III dengan kapasitas 8 ton terus dilalui kendaraan besar dengan muatan puluhan ton.

"Seperti armada angkutan sawit dan angkutan alat berat. Sementara perawatannya tidak ada," tegas Hertin.

Untuk menjawab semua kendala yang terjadi di jalur Trans Kaltim itu, Hertin berharap adanya keseriusan pemerintah baik ditingkat provinsi maupun pusat untuk melakukan perbaikan dan peningkatan status jalan.

"Ini (perbaikan dan peningkatan status jalan) sangat dibutuhkan karena sebagai urat nadi perekonomian," tambahnya.

Tak berhenti sampai disitu, Hertin pasalnya juga memaparkan hasil estimasi perhitungannya kepada awak media. Jika melihat neraca sumbangan pendapatan Kaltim yang mencapai Rp 650 triliun pertahun, maka perbaikan dan peningkatan kualitas Jalan Trans Kaltim hanya membutuhkan sedikit dari nilai sumbangan Bumi Mulawarman kepada negara.

"Jalan trans Samarinda - Kubar ini estimasinya membangunnya hanya Rp 3,4 triliun. Percuma ada Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Kaltim (BBPJN) Di Balikpapan. Kalau hanya level kelas 3 seperti yang ada percuma tidak akan bertahan lama," pungkasnya. (tim redaksi)

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews