Jumat, 20 September 2024

Jalan Rusak Kerap Jadi Sebab Kecelakaan Maut, Pemerintah Diharap Hadir Beri Solusi

Koresponden:
Muhammad Zulkifly
Jumat, 1 Januari 2021 10:44

FOTO : Ilustrasi kecelakaan maut yang kerap disebabkan jalan rusak dan berlubang, namun tak pernah mendapat penanganan serius oleh pemerintah/HO

DIKSI.CO, SAMARINDA - Kerusakan badan jalan yang berada di Samarinda diduga menjadi sebab musabab kecelakaan maut yang kerap terjadi. Tak jarang para pengendara terjatuh dikarenakan lubang-lubang yang menganga di badan jalan

Teranyar, kasus kecelakaan maut yang terjadi di Kota Tepian tepatnya di segmen Jalan Trikora, Kecamatan Palaran pada Selasa (29/12/2020) sore lalu merenggut nyawa pasangan suami istri Yohanes Salle (53) dan  Laura Yusiana (43).

Meski kecelakaan kerap terjadi dengan faktor penyebabnya kerusakan jalan, perbaikan rupanya urung dilakukan. 

Sejatinya dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) menerangkan, jika penyelenggara jalan wajib memperbaiki, dan atau memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.  

Aturan tersebut diatur dalam Pasal 24 UU LLAJ ayat (1) dan (2). Kendati demikian, pemerintah pusat, daerah, maupun kabupaten kota bersama organisasi perangkat daerah (OPD) terkait selaku penyelenggara jalan, sering lalai menjalankan amanat UU LLAJ. 

Di sisi lain, bagi penyelenggara jalan yang tidak bertanggung jawab terkait pemeliharaan jalan dan menyebabkan kecelakaan sejatinya dapat dikenakan sanksi. Sanksi tersebut diatur dalam Pasal 273 UU LLAJ.

Dikonfirmasi soal sanksi yang dapat dikenakan ke penyelenggara jalan, Kasat Lantas Polresta Samarinda menuturkan jika pasal tersebut perlu dikaji lebih dalam kembali. 

Sejatinya, penerapan Pasal 273 UU LLAJ telah diterapkan Satlantas Polresta Samarinda pada 2013 silam ketika kecelakaan terjadi di Jalan Ahmad Dahlan. 

Hanya saja tak sampai ke meja persidangan. 

"Itu yang selama ini dikaji. Dulu di Samarinda pernah sempat dicoba melakukannya. Sudah pernah coba untuk dipidanakan, tapi akhirnya mental juga. Sampai sekarang hasilnya nggak sampai P21 juga," terang Ramadhanil melalui telpon selulernya, Jumat (1/1/2021) siang tadi. 

Iklan KPC/ Diksi.co

Perwira menengah (Pamen) berpangkat melati satu ini berharap agar pemerintah bersama dinas terkait dapat menyelesaikan beberapa ruas jalan yang terbengkalai. Terkait pasal  273 UU LLAJ, lanjut Ramadhanil, hingga saat ini dirinya belum pernah mendapati penyelenggara jalan mendapatkan sanksi.

"Yah mungkin karena belum ada yurisprudensinya, untuk bisa kasus begitu (kecelakaan) bisa sampai P21. Belum ada. UU LLAJ kan baru ya hitungannya makanya harus banyak pengkajian," urainya. 

Terpisah, pengamat hukum sekaligus Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul), Hardiansyah Hamzah mengatakan jika sanksi bagi penyelenggara jalan bisa diterapkan. 

Selain sanksi pidana, juga bisa dikenakan sanksi materil. Berat tidaknya hukuman yang diberikan ditentukan dari akibat yang dialami korban karena jalan rusak. 

"Sekarang tinggal menentukan, jalan yang menyebabkan korban itu masuk dalam level kewenangan siapa? Kalau jalan provinsi, maka yang bisa dikenakan sanksi adalah gubernur beserta OPD yang bertanggung jawab dibidang penyelenggaraan jalan. Begitupun jika itu jalan Kabupaten/Kota, maka yang bisa dikenakan sanksi Walikota/Bupati beserta OPD dibidang penyelenggaraan jalan," terangnya. 

Gugatan yang dilakukan pun bukan hanya bisa dilakukan pihak keluarga korban. Masyarakat umum bisa juga menyampaikan keberatannya jika kerap terjadi kecelakaan karena jalan rusak.

"Kalau gugatannya perdata, dalam hal ini materil berupa ganti rugi, harus dari korban atau keluarga korban langsung. Tapi bisa juga bukan korban, ini bukan gugatan perdata ganti rugi, namun berupa gugatan citezen lawsuit namanya," terangnya. 

Pria yang akrab disapa Castro itu menilai jika pemerintah terkesan meremehkan tanggung jawab soal jalan rusak yang berdampak buruk dan merugikan masyarakat. Sehingga, jika masyarakat tidak menyampaikan keberatan dalam ranah hukum maka tidak ada ada efek jera pemerintah agar pemerintah agar lebih serius memikirkan jalan rusak. 

"Jadi kalau saya, penggunaan pasal pidana dan gugatan ganti rugi atas perbuatan melawan hukum, harus diaktifkan alias dicoba oleh masyarakat terutama korban. Dengan cara itu, terapi efek jera bisa dilakukan," pungkasnya. (tim redaksi Diksi) 

 

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews