DIKSI.CO, SAMARINDA - Perkara dugaan suap yang menyeret Hermanto Kewot mantan anggota DPRD Kaltim periode 2014-2019 kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda pada Rabu (26/8/2020) sore kemarin.
Sidang kali ini beragendakan bacaan putusan majelis hakim yang dihadiri oleh dua Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sri Rukmini dan Indriasari.
Terdakwa Hermanto Kewot dihadirkan sebagai pesakitan melalui sambungan virtual, beserta ketiga kuasa hukumnya.
Suara ketukan palu dari pimpinan majelis hakim Abdul Rahman Karim menandakan sidang kembali dibuka untuk umum. Dalam pembacaan amar putusan, Hermanto Kewot dinilai punya peran serta dalam menyetujui pemberian hibah ke Kelompok Tani Resota Jaya (KTRJ) milik Bakkara pada 2013 lalu.
Posisinya selaku badan anggaran (banggar) DPRD Kaltim periode 2014-2019, dinilai majelis hakim sebagai dasar untuk mengadilinya.
"Terdakwa telah menerima uang (Bakkara) senilai Rp 245 juta," kata ketua majelis hakim Abdul Rahman Karim ketika membacakan amar putusan.
Dari fakta persidangan majelis hakim menyebutkan, terkait dana diterima Hermanto Kewot yang disebutkan hanya sebagai utang-piutang, memang telah diakui Bakkara ketika bersaksi di persidangan.
Namun hal tersebut tak bisa menjadi dalih.
Mengingat, masih dalam keterangan Bakkara ketika menjadi saksi, Ketua KTRJ itu mengaku pinjaman yang diberikannya ke Kewot pada medio Agustus 2014 - Agustus 2015 bersumber dari dana hibah yang diterima KTRJ.
Dengan begitu, majelis hakim menilai terdakwa secara turut serta menikmati uang negara dari hibah KTRJ.
Dana itu terbukti dikorupsi dengan menyeret Bakkara jadi terpidana dalam kasus tersebut.
Sehingga delik pidana dalam pasal subsider dari sangkaan JPU, yakni Pasal 11 UU 20/2001 tentang pemberantasan pidana korupsi telah terpenuhi.
Majelis hakim kemudian turut menilai, bahwa hal tersebut bukanlah suap, melainkan gratifikasi. Hal ini dilandasi keterangan saksi Bakkara ketika memberikan pinjaman tersebut memiliki tujuan lain.
"Yakni agar terdakwa Hermanto Kewot selaku anggota banggar DPRD Kaltim dapat membantu, agar kelompok tani miliknya bisa mendapatkan dana hibah," ulasnya.
Dengan ini majelis hakim memvonis Hermanto Kewot selama 1 tahun 6 bulan pidana penjara beserta denda Rp 100 juta subsider 2 bulan pidana kurungan penjara.
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan JPU selama 4 tahun pidana penjara dengan denda sebesar Rp 200 juta subsider 3 bulan pidana kurungan. JPU juga membebankan mengganti kerugian negara Rp 245 juta subsider 2 tahun pidana penjara.
Sementara itu, terkait beban kerugian negara, majelis hakim tak sependapat dengan pertimbangan JPU dalam tuntutan yang diajukan pada 9 Juli lalu.
Uang senilai Rp 245 juta yang diterima Hermanto Kewot dari Bakkara jadi satu kesatuan dengan kerugian negara dalam penyalahgunaan hibah yang menyeret Bakkara.
"Dari keterangan Bakkara dan Mira (istri Bakkara), uang yang disebut sebagai utang-piutang itu sudah dilunasi terdakwa medio 2019, sebelum perkara ini bergulir di pengadilan," sambungnya membaca amar putusan.
"Sidang telah selesai dan berlangsung lancar. Terdakwa dapat menjalani masa hukumannya sejak diputuskan dalam persidangan. Dengan demikian sidang kami tutup," tandasnya mengakhiri persidangan.
Terpisah, ditemui usai persidangan, kuasa hukum Hermanto Kewot, Roy Hendrayanto mengaku menerima atas keputusan yang telah dijatuhkan oleh majelis hakim.
"Pertimbangan majelis hakim menjatuhkan hukuman, karena dari kami Kuasa Hukum tak dapat membuktikan secara tertulis terkait hutang piutang itu. Dan kami menerima," ungkapnya.
Menurutnya pasal yang dikenakan itu adalah alternatif kedua. Majelis hakim berkesimpulan sesuai dengan pendapat saksi ahli Professor Basuki, yang mengatakan dalam persidangan, bahwa terdakwa hanya dapat dikenakan dengan pasal 11.
"Kalau kami dianggap salah, jadi kami terima. Jadi kami tidak pilih banding. Sedangkan tuntutan jaksa difakta persidangan tidak mendasar untuk menuntut seseorang. sehingga majelis hakim mengambil kesimpulan lain," pungkasnya. (tim redaksi Diksi)