DIKSI.CO, SAMARINDA - Gugatan hasil pemilihan umum Paslon 01 Pilgub Kaltim, Isran-Hadi dinilai salah "kamar".
Hal itu diungkapkan Tim Hukum Paslon 02, yakni Agus Amri saat dikonfirmasi sore tadi.
"Dalam konteks ini (gugatan) sebetulnya sangat jauh kalau ke MK, salah kamar ini. Dan itu sudah terlambat kalau kita berbicara proses," kata Agus Amri, Senin (6/1/2025).
Kendati demikian, Agus menegaskan kalau dirinya tak mempermasalahkan hal tersebut.
Karena pada dasarnya proses hukum tetap bisa dilakukan dan menjadi hak seluruh pihak.
Selaku kuasa hukum, ia menghormati proses hukum yang sedang menguji hasil pemilihan di MK.
Pihaknya juga sudah sangat siap sekali dengan seluruh bukti-bukti yang dimiliki.
“Dengan segala hormat, karena selisih ini lebih terlalu jauh. Karena lebih dari 11 persen. Karena syarat maksimum untuk bisa diperiksa lebih lanjut itu hanya saat ada selisih 1 persen,” tegasnya.
Lanjut dijelaskannya, aturan mengenai permohonan PHP di MK tersebut setidaknya diatur ke dalam dua peraturan.
Pertama, Pasal 158 UU Pilkada (UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada, yang mengalami perubahan melalui UU Nomor 8 Tahun 2015 dan UU Nomor 10 Tahun 2016) dan Pasal 4 Peraturan MK tentang Hukum Acara PHPKada yang terbaru, yaitu Peraturan MK Nomor 3 Tahun 2024 tentang Tentang Tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (PMK 3 Tahun 2024).
Pasal 158 UU Pilkada mengatur ambang batas perbedaan suara yang bisa diajukan sebagai perselisihan hasil di MK.
Ambang batas ini ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk di wilayah yang bersangkutan, baik untuk tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Untuk provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan dua juta jiwa, ambang batas perbedaan suara yang dapat diajukan sebagai perselisihan adalah maksimal 2% dari total suara sah hasil penghitungan suara.
Sementara itu, untuk provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari dua juta jiwa hingga enam juta jiwa, ambang batas perbedaan suara yang dapat diajukan adalah maksimal 1,5%.
Untuk provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari enam juta jiwa hingga 12 juta jiwa, ambang batasnya adalah 1%, dan untuk provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12 juta jiwa, ambang batas perbedaan suara yang bisa diajukan adalah 0,5%
“Itu semua melalui ketentuan UU 10 tahun 2016 perihal syarat untuk diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi itu jika terdapat selisih paling banyak 1 persen. Itu berarti bisa diperiksa ketika ada selisih suara sekitar 28 ribuan. Sedangkan faktanya terdapat selisih suara lebih dari 200 ribu,” sambung Agus Amri.
Oleh karena itu pihaknya sangat optimis kalau pemeriksaan ini tidak akan berlanjut ke pemeriksaan lanjutan.
Disisi lain, dalam UUD 45 Pasal 24 dengan tegas MK itu punya 4 kewenangan dan 1 kewajiban.
MK sendiri pertama berwenang melakukan pengujian UU terhadap UUD. Kewenangan nomor 2 adalah PHPU, perselisihan hasil pemilihan umum, seperti yang saat ini sedang berjalan.