Jumat, 20 September 2024

Gelar Diskusi Publik, Kaum Muda Samarinda Kupas Kejahatan Tambang Ilegal di kaltim

Koresponden:
Achmad Tirta Wahyuda
Selasa, 3 November 2020 14:15

Suasana diskusi publik yang digelar BADKO HMI Kaltim-Kaltara di Cafe Bagio's, Senin (2/11/2020)/Diksi.co

DIKSI.CO, SAMARINDA -  Mengangkat tema "Sinergitas Peran Pemuda sebagai Pressure Group dalam Mengawal SDA Kaltim, Upaya Membongkar Kejahatan Ilegal Mining", Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam Kaltim-Kaltara (Bakor HMI) menggelar diskusi publik bersama organisasi-organisasi mahasiswa dan LSM.

Diskusi publik kali ini bertujuan untuk saling satukan persepsi dan gerakan yang sama antar kaum muda demi mengawal SDA Kaltim. Terlebih lagi mengarah kepada pertambangan ilegal yang telah menjadi rahasia umum di provinsi ini. Pemandangan rusaknya lingkungan hingga pendapatan keuangan negara yang kian merugi masih terus menghantui. 

Sesuai dengan tema malam itu, masing-masing narasumber menyampaikan tanggapan awalnya terhadap pertambangan ilegal di Kaltim. 

Abdul Muis, ketua Badko HMI Kaltimtara menyebutkan persoalan lingkungan sangat berkaitan dengan aktivitas tambang di Kaltim. Banyak meninggalkan masalah dan pengelolaannya tidak transparan.

Dia juga cukup menyayangkan mengapa tidak ada reklamasi terhadap 1.736 lubang tambang yang ada. Persoalan dana juga berantakan. Pada 2019 lalu, disampaikan DPMPTSP Kaltim bahwa masih ada 5 kabupaten kota yakni Kukar, Kubar, Kutim, Paser, dan Penajam Paser Utara yang belum mengalihkan dana jaminan reklamasi dan pasca tambangnya ke pemerintah provinsi.

"Kita berulang kali menyuarakan untuk menindak tegas tapi yang kita suarakan tidak direspons secara baik. Kita harus bersama-sama, anak muda jangan menutup mata," tegas Muis, pada Senin (2/11/2020) malam di Warkop Bagios, Jalan Basuki Rahmat Samarinda. 

Pada 2016 silam, Polda Kaltim juga membentuk Satgas Pertambangan Ilegal. Namun setelah terbentuk, justru minim prestasi dan pelaku tambang ilegal tidak ada yang ditindak serius.

Hal yang sama juga diikuti Pemprov Kaltim dengan membentuk Satgas Tambang. Belum sampai setahun dan belum terlihat tindakan yang signifikan, Satgas tersebut juga bubar. Alhasil terjadi krisis kepercayaan dari masyarakat kepada aparat penegak hukum dan pemerintah. Seandainya ingin membentuk Satgas lagi, Muis berharap para mahasiswa bisa ikut dilibatkan dan ada ruang terbuka bagi kaum muda untuk turut mengawal masalah tambang di Kaltim. 

Harish Jundana, ketua umum KAMMI Kaltimtara juga menyampaikan bahwa Kaltim merupakan klaster energi yang telah ditetapkan pusat untuk energi nasional. Namun, SDA yang dimiliki Kaltim dihabisi mulai aktivitas legal hingga ilegal. Bicara soal penyerapan tenaga kerja pun hanya menyerap 6-7 persen. Dalam konteks kesejahteraan, pada 2020 triwulan ke-2 Maret lalu, angka kemiskinan di Kaltim meningkat dan dialami 9.350 orang.  

"Angka tersebut meningkat sekian persen dibanding tahun sebelumnya," katanya.

Melanjutkan, Dion selaku ketua umum eksekutif wilayah LMND Kaltim menyebutkan aparat dan pemerintah juga ikut bermain di dalamnya. Bahkan secara pengelolaan tambangnya pun, terkesan tidak serius ditangani. 

Merujuk pada laporan KPK 2018, kerugian yang dialami akibat pertambangan ilegal adalah Rp 1,3 triliun per tahun. Atas hal tersebut, banyak pihak yang dirugikan. Pernah ada suatu kejadian pertambangan ilegal yang masuk dalam kawasan sebuah perusahaan tambang di Kukar. Tanah tersebut di luar tanggung jawab perusahaan. 

Aktivitasnya tidak jauh dari pemukiman dan jadi efek buruk bagi perusahaan, warga, dan pemerintah. Pada kenyataannya, yang ditangkap atas kasus tersebut justru tidak tepat sasaran. Penangkapan hanya simbolik. Hal seperti itu harus jadi perhatian pemerintah untuk menuntaskan tambang ilegal. Agar SDA Kaltim bisa terkelola dengan baik. 

Sedangkan, Muhammad Akbar, ketua umum DPD GMNI Kaltim menyebutkan bahwa bicara perihal tambang ilegal juga harus melihat latar belakang kondisi Kaltim sendiri. Ternyata, kelimpahan SDA Kaltim tidak sebanding dengan kesejahteraan masyarakatnya. Berbagai data dari instansi pemerintah di Kaltim, hampir 80-90 persen ditarik oleh konsesi tambang, kehutanan, dan perkebunan. Jika melihat sistem ekonomi yang akan dikembangkan ke depan dan terus dibiarkan terjadi, maka struktur ekonomi masih berpihak pada korporat-korporat yang mengeksploitasi SDA di Kaltim.

"Dampaknya sudah bisa dirasakan. Ada 36 anak tewas di lubang tambang. Belum lagi soal kerusakan lingkungan yang dampaknya sistematis. Dampak dari pengrusakan itu akan dirasakan di masa depan," ungkap Akbar. 

Senada dengan kawan-kawan lainnya, Yakobus Catur Bimo S selaku ketua umum PMKRI cabang Samarinda menyebutkan ratusan tambang ilegal yang ada di Kaltim justru memberikan dampak negatif ke lingkungan.

Sistem saat ini juga kurang diawasi dengan serius oleh pemerintah. Patut dipertanyakan pula mengapa daerah atau negara yang berlimpah oleh SDA, perekonomiannya justru rendah. Menurutnya, transparansi dari pengeluaran SDA perlu dilakukan. Sehingga publik bisa mengetahuinya. Masyarakat juga harus dilibatkan sebagai pengontrol dari tambang-tambang tersebut. 

Terakhir, datang penyampaian dari Theresia Jari yang mewakili Jatam Kaltim. Perempuan berkacamata itu menyampaikan bahwa tambang ilegal merupakan isu lama. Theresia menceritakan kembali perihal kasus mantan dekan Fakultas Pertanian (Faperta) Unmul yang jabatannya dicopot karena menyalahgunakan kewenangan pada 2010. 

APBD Kaltim digelontorkan sekitar Rp 9 miliar untuk pembuatan 9 laboratorium Faperta. Akhirnya kawasan tersebut dia manfaatkan untuk mengambil batu bara. Mantan dekan Faperta itu dijerat hukuman selama 1,5 tahun. Pun begitu dengan operator yang bekerja. Theresia berpendapat, tambang legal atau ilegal itu sudah sangat tipis, mulai sulit dibedakan karena cara kerjanya sama. 

"Regulasi jelas, arah jelas, dan pemerintah tinggal ambil langkah. Tapi malah terlihat tidak jelas. Terkesan tidak niat dan tidak ada itikad baik. Bukti sudah jelas ada anak meninggal di lubang tambang, saksinya ada. Tapi tidak ada langkah tegas yang diambil pemerintah. Mau wewenangnya pindah ke mana pun, mereka tetap tidak serius. Tambang adalah mesin ATM bagi pemerintah yang kini berkuasa," pungkas Theresia. 

Untuk diketahui, dalam kesempatan itu, hadir beberapa narasumber yang berada dalam lingkup Cipayung Plus Kaltim. Terdiri atas Badko HMI Kaltim-Kaltara, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kaltim, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kaltimtara, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Kaltimtara, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kaltim, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Kaltim, dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) cabang Samarinda.

Tak ketinggalan pula narasumber dari Jatam Kaltim yang diwakili oleh Theresia Jari. (tim redaksi Diksi)

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews