DIKSI.CO, SAMARINDA - Masih ingat dengan dua mahasiswa berinisial FR dan WJ yang ditetapkan sebagai tersangka aksi demo tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja pada 5 November silam. Saat ini, berkas kedua tersangka itu telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Samarinda dan siap untuk disidangkan.
Akan tetapi, Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat (Mahakam) pada Rabu (2/11/2020) siang tadi menggeruduk PN Samarinda di Jalan M Yamin, Kelurahan Gunung Kelua, Kecamatan Samarinda Ulu.
Pada aksi ini, puluhan mahasiswa kembali menggelar aksi solidaritas agar kedua rekan mereka dibebaskan dari jeratan hukum yang diduga hanya rekayasa.
Dikatakan Wawan Slsalah seorang peserta aksi menilai, ditahannya dua mahasiswa tersebut merupakan bentuk pembungkaman terhadap Mahasiswa yang kritis terhadap disahkannya UU Cipta Kerja Omnibus Law.
"Aksi yang mereka lakukan merupakan bentuk penyampaian ekspresi, seperti yang tertulis dalam UU No.9 Tahun 1998 dan Pasal 28 UUD 1945," teriak Wawan saat berorasi.
Dia menyebut, kalau aparat kepolisian dengan sengaja mengkriminalisasikan dua rekan mereka.
"Ini merupakan bagian dari pressure politik yang dilakukan, agar Omnibus Law langgeng dan tidak bisa dikritisi," ucap Wawan.
Karenanya, mereka menuntut agar Kepolisian membebaskan FR dan WJ secepatnya, tanpa syarat.
Humas Aksi Aliansi Mahakam, Ikhsan Nopardi dalam tuntutannya menyebutkan, agar aparat penegak hukum menghentikan pembungkaman pada massa aksi yang mengemukakan pendapat dan hentikan kriminalisasi terhadap aktivis.
Disebutkan pula bahwa FR dan WJ dalam kasus ini terkesan menjadi sebagai kambing hitam.
"Dan juga menuntut dibebaskannya dua rekan mahasiswa mereka tanpa syarat yang di tahan Polresta Samarinda," ucap Ikhsan Nopardi kepada media ini.
Selain itu Aliansi Mahakam juga menyampaikan bahwa pihak kepolisian untuk menghentikan tindakan represifitas terhadap massa aksi.
"Gerakan massa jangan sampai bertentangan dengan Undang-undang (UU) nomor 9 tahun 1998 serta UU 1945 pasal 28, tentang kemerdekaan mengemukakan pendapat di muka umum," ungkapnya.
Setelah menyampaikan orasinya, massa Aliansi Mahakam dengan didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda nampak mendatangi pihak PN Samarinda. Dalam kesempatan itu, mereka mengajukan praperadilan ke pihak PN Samarinda.
Ikhsan Nopardi menyampaikan, bahwa pihaknya bersama LBH mengajukan praperadilan untuk kedua mahasiswa tersebut.
Namun, hari ini pihak termohon yakni Polresta Samarinda tak hadir dalam mengajukan berkas proses praperadilan. Sehingga sidang perdananya belum bisa ditetapkan untuk digelar.
"Saya juga menyampaikan kekecewaan kepada pihak kepolisian yang tidak datang," tegas Ikhsan Nopardi.
Sementara itu, terkait kondisi kedua mahasiswa yang masih ditahan di Mapolresta Samarinda dalam kondisi sehat.
Disinggung mengenai penangguhan penahanan terhadap kedua rekannya yang di ajukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim, ia hanya menjawab akan mempertimbangkan hal tersebut.
"Untuk itu, kami masih mendiskusikan di internal aliansi terkait tawaran anggota DPRD Kaltim," tutupnya.
Kekecewaan turut disampaikan pihak LBH, Bernard Marbun selaku kuasa hukum FR dan WJ. Dia mengaku heran dengan sikap Polresta Samarinda, yang disebutnya cenderung mengulur waktu dan tidak siap.
Sedangkan pihaknya sejak jauh hari, sudah mengajukan surat kuasa untuk proses praperadilan untuk kedua kliennya tersebut.
"Terkesan dari pihak termohon (Polresta Samarinda) tidak siap untk menghadapi praperadilan ini. Terbukti saat kita ajukan praperadilan, surat kuasa pemohon ini tidak diberikan hari ini. Malah pihak termohon meminta waktu kepada Hakim," ungkapnya.
Menurutnya, hal ini tentu sangat merugikan dua mahasiswa yang telah ditetapkan tersangka. Upaya praperadilan adalah alat guna mencari kepastian hukum. Namun justru menjadi rancu, dikarenakan pihak termohon tak memberikan kepastian.
"Pihak termohon belum ada surat kuasa, pengajuan permohonan praperadilan juga belum dijawab pihak termohon. Seharusnya hari ini dan diberikan kepada kami," sebut Bernard.
Bernard Marbun merasa khawatir, proses praperadilan yang diajukan terkesan di ulur oleh kepolisian. Sehingga bisa saja, pengajuan praperadilan yang hendak ditempuh gugur ditengah jalan.
"Proses yang kami ajukan, khawatir diperlambat, agar pada sidang pertama digelar (perkara kasus FR), praperadilannya gugur," tandas Bernard Marbun.
Terpisah, Kasat Reskrim Polresta Samarinda Kompol Yuliansyah membenarkan kalau ia telah mengetahui rencana pengajuan praperadilan tersebut. Akan tetapi dirinya mengaki belum mengetahui pasti tentang penyampaian surat praperadilan tersebut.
"Iya ada (rencana praperadilan). Tapi itu kami enggak tahu juga. PN (Pengadilan Negeri Samarinda) itu yang tahu," pungkasnya. (tim redaksi Diksi)