DIKSI.CO, SAMARINDA - Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Samarinda bersama BBPOM daerah lainnya se-Indonesia serentak melakukan intensifikasi pengawasan jelang dan saat perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2021-2022.
BBPOM Samarinda melakukan pengawasan sejak 1 Desember 2021 hingga 7 Januari 2022 mendatang.
Kepala BBPOM Samarinda, Sem Lapik menerangkan pihaknya mengambil sampel pangan olahan sebagian besar di toko retail modern dan toko retail tradisional di Kota Tepian.
"Kami melakukan intensifikasi ini guna mengetahui peredaran pangan olahan yang tidak memenuhi ketentuan. Seperti tanpa izin edar (ITE), kadaluwarsa, dan rusak," ujarnya kepada awak media, Jumat (24/12/2021) kemarin.
Sem melanjutkan, selama operasi tersebut berlangsung, BPPOM hanya menemukan 2 jenis pangan olahan yang tidak memenuhi ketentuan.
"Produk yang rusak hanya 7 jenis, yang kadaluwarsa 2 jenis. Jenisnya makanan dan bahan tambahan pangan. Seperti vanili, pengembang, dan perasa," tutur Sem.
Temuan terhadap 9 produk rusak dan kadaluwarsa di Kota Samarinda tersebut, dijelaskan Sem telah dikirimkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.
Ia mengatakan, jika dibandingkan dengan tahun lalu, terdapat penurunan signifikan atas temuan produk rusak dan kadaluwarsa.
Akan hal tersebut, Sem menilai kesadaran pelaku usaha maupun masyarakat telah cukup tinggi mengenai pentingnya pangan olahan yang memenuhi ketentuan.
Meski begitu, dirinya tetap menghimbau untuk pengecekan barang secara detail tak luput dilakukan.
"Melalui cek KLIK, yaitu cek kemasan, cek label, cek izin edar, dan cek kadaluwarsa. Jadi melalui cek klik ini, masyarakat bisa memilih produk," pintanya.
Disimpulkan olehnya, peredaran pangan olahan selama Nataru di Samarinda terhitung aman.
Namun, BBPOM tetap melakukan pengawasan secara intens hingga 7 Januari 2022.
"Mudah-mudahan selama Nataru bisa aman semua," pungkasnya.
Untuk diketahui, dalam lingkup nasional, BPOM RI mengumumkan adanya produk pangan yang tak memenuhi ketentuan dalam jumlah besar sebesar 41.306 buah.
Pangan olahan yang rusak maupun kadaluwarsa ditemukan di 13 Unit Pelaksana Teknis (UPT) di seluruh Indonesia. Sebagian besar UPT berasal dari Pulau Sulawesi.
Jenis pangan olahan ini di antaranya makanan ringan, minuman serbuk berperisa, minuman serbuk kopi, bumbu siap pakai, dan minuman sari buah.
Ditaksir, nilai ekonomi temuan keseluruhan barang mempunyai nilai sebanyak Rp 867.426.000, yang mana barang tanpa izin edar (TIE) sebesar Rp 271.257.000, barang kedaluwarsa Rp 459.942.000, dan barang rusak Rp 136.227.000.
Jika dibandingkan dengan tahun lalu, terjadi penurunan yang signifikan. Pada tahun 2020, nilai keekonomian yang ditemukan sebesar Rp 1,75 Miliar dengan temuan produknya sebanyak 83.687 buah. (tim redaksi Diksi)