Jumat, 22 November 2024

Adanya Otoritarianisme Pada Hukum Pemerintah Disebut Sebabkan Aturan Tidak Konsisten

Koresponden:
Ainun Amelia
Senin, 18 April 2022 11:17

Dosen Jurusan Hukum Administrasi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Dr. Richo Andi Wibowo

DIKSI.CO, BALIKPAPAN - Berbagai kebijakan perspektif secara legal atas nama hukum, dan hukum administrasi negara berperan bukan hanya sekedar formalitas namun untuk mencegah sesuatu yang terjadi di Indonesia.

Seperti eksploitasi, atau hak asasi manusia juga bisa dicegah hukum administrasi negara, bagaimana peradilan juga jadi tonggak negara hukum ini berdiri dan memberi jawaban keadilan atas kebijakan pemerintah

Dosen Jurusan Hukum Administrasi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Dr. Richo Andi Wibowo, mengatakan saat Webinar Kuliah Tamu Hukum Administrasi Negara dengan tema "The Limit And Opportunity Of Administrative Law To Prevent Authoritarianism", Senin (18/4/2022) bahwa hukum administrasi bukan hanya tentang pemberian kewenangan kepada penguasa tetapi juga pemberian perlindungan kepada masyrakat.

"Permasalahannya perkembangan di Indonesia tidak konsisten karena adanya otoritarianisme menunjukan bahwa hukum administrasi tidak soal memberdayakan eksekutif dengan kewenangannya, termasuk dengan kekuasaan untuk membuat peraturan yang didelegasikan. bukan soal perlindungan hukum bagi individu terhadap pejabat publik atau badan publik," kata Richo.

Ia membeberkan perencanaan pemerintah tidak benar-benar terencana padahal hukum perencanaan adalah 1 dari 5 perbuatan pemerintah, yang lain membuat peraturan, aturan kebijakan, dan kontrak.

"Hukum perencaan ini sudah dikangkangi berkali-kali, padahal hukum perencanaan adalah menifesting dari asas kehati-hatian," ujarnya.

Ia memberi contoh pada tahun 2018 Presiden Joko Widodo mendorong beberapa bandara untuk menjadi bandara international dan akhirnya banyak beberapa daerah membuat bandara, namun di tahun 2020 Jokowi mempertanyakan apakah bandara ini sungguh diperlukan atau tidak yang artinya keputusan pemerintah sangat spontan dan tidak konsisten.

"Bukti kedua aspek prosedural administrasi sudah diperpendek oleh secondry regulation padahal aspek administrasi prosedural ini memberikan kesempatan masyarakat untuk menyampaikan perspektifnya namun ini sudah dikerdilkan," lanjutnya.

Ia juga mengatakan bahwa aturan yang dibentuk hanya untuk menguntungkan dirinya saja dan menjatuhkan orang-orang yang bersebrangan dengannya.

Menurut Richo, peradilan administrasi juga tampak terlalu cepat untuk puas dengan keputusan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) atau tindakan pemerintah, jadi badan peradilan cukup apabila badan publik dilaksanakan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres).

"Padahal putusan berdasarkan perpres kalau dilihat dari perspektif asas atau regulasi yang lain itu dipertanyakan," ujarnya.

"Peradilan administrasi bagi saya terlalu capat untuk puas dengan keputusan atau tindakan badan publik hanya dari secondary regulation seperti Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, tanpa benar-benar mengecek apakah keputusan tersebut tepat dengan undang-undang atau konstitusi," lanjutnya.

Aturan yang mengabaikan asas kehati-hatian, terburu-buru, dan serampangan ini hanya berfokus untuk memberikan kewenangan lebih kepada badan eksekutif lewat secondray egulation. (Tim redaksi Diksi)

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews