Sabtu, 18 Mei 2024

Gugatan Ditolak Pengadilan Negeri Samarinda, Makmur HAPK Pilih Upaya Kasasi

Koresponden:
Muhammad Zulkifly
Selasa, 28 Desember 2021 12:41

Andi Asran Kuasa Hukum Makmur HAPK saat ditemui di PN Samarinda, Selasa (28/12/2021) sore tadi

DIKSI.CO, SAMARINDA - Upaya Makmur HAPK mempertahankan posisinya Ketua DPRD Kaltim kembali terjegal, apalagi setelah Pengadilan Negeri (PN) Samarinda menolak gugatan yang telah dilayangkannya pada Oktober kemarin.

Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili sengketa politik antara mantan Bupati Berau dua periode dan DPD Partai Golkar Kaltim itu tidak bisa diterima.

Atau niet ontvankelijke verklaard (NO), lantaran sengketa tersebut dianggap telah selesai di Mahkamah Partai Golkar.

Oleh sebab itulah, Makmur HAPK melalui kuasa hukumnya kembali melakukan upaya dengan menempuh jalur Kasasi.

"Kami menggunakan kesempatan ini untuk melakukan upaya hukum dengan mengajukan kasasi. Untuk gugatan yang lain, belum. Tapi rencananya memang ada (gugatan lainnya)," Ungkap Andi Asran Kuasa Hukum Makmur HAPK saat ditemui di PN Samarinda, Selasa (28/12/2021) sore tadi.

Selain melakukan upaya hukum dijalur kasasi, lanjut Asran, Makmur HAPK juga akan melakukan pengajuan surat kepada pihak terkait di dalam persengketaan kursi pimpinan Ketua DPRD Kaltim.

"Dalam hal ini, DPRD Kaltim, Gubernur Kaltim dan Mendagri," tegasnya.

Melayangkan surat ke sejumlah pihak tersebut bukan tanpa sebab, lantaran menurut Asran, ada kabar jika Fraksi Golkar yang menginginkan pergantian kursi ketua juga akan bersurat kepada pihak terkait lainnya.

"Oleh karena itu kami juga akan bersurat, bahwa kami masih tetap melakukan upaya hukum, yaitu kasasi kepada DPRD Kaltim, Gubernur Kaltim dan Mendagri," bebernya.

Untuk diketahui, gugatan perdata bernomor 204/Pdt.G/2021/PN yang dilayangkan ke PN Samarinda sehubungan penggantian posisi Ketua DPRD Kaltim, dari Makmur HAPK kepada Hasanuddin Masud. 

Pergantian Antar Waktu (PAW) pimpinan DPRD Kaltim periode 2019-2024 tersebut pasalnya sesuai dengan Surat Keputusan (SK) DPP Golkar No B-600/Golkar/VI/2021 pada 16 Juni 2021 lalu.

Mahkamah Partai Golkar memutuskan kursi pimpinan dewan Karang Paci segera berganti ke Hasanuddin Masud, yang menjabat sebagai ketua Komisi III DPRD Kaltim.

Terbitnya SK DPP Golkar itu mendapatkan perlawanan dari politisi senior partai berlambang pohon beringin tersebut. Lantaran pencopotan dirinya sebagai Ketua DPRD Kaltim dianggap tidak beretika dan kasar.

Sedangkan DPD Golkar Kaltim memberikan alasan digesernya Makmur HAPK dari kursi pimpinan DPRD Kaltim, yakni dengan alasan yang bersangkutan dianggap pasif dalam kerja-kerja partai maupun fraksi dilegislatif.

"Intinya semua pertimbangan hukumnya lebih kepada perselisihan partai politik, yang menganggap bahwa perselisihan ini hanya sampai di Mahkamah Partai. Sehingga pada gugatan kita yang 204 itu niet ontvankelijke verklaard (NO). Makanya kalau masih ada upaya hukum yang bisa kita lakukan, maka akan kita lakukan," tandasnya.

Sebagai informasi juga, didampingi kuasa hukumnya, Makmur HAPK sebelumnya melayangkan gugatan PAW ke Mahkamah Partai Golkar.

Namun langkah Makmur guna menghadang upaya DPD Golkar Kaltim yang merotasinya dari kursi ketua DPRD Kaltim ditolak.

Tak berhenti, Makmur memilih membawa sengketa politik ini ke PN Samarinda, melalui gugatan perdata.

Dalam gugatannya, Makmur meminta agar PN Samarinda menganulir putusan Mahkamah Partai Golkar.

Tepatnya 20 Desember 2021 lalu, Majelis hakim yang dipimpin Hasanuddin bersama Muhammad Nur Ibrahim dan Lukman Akhmad menjatuhkan putusan atas gugatan perdata bernomor 204/Pdt.G/2021/PN Smr tersebut.

Majelis Hakim, menganggap penyelesaian sengketa politik antara Makmur HAPK dengan Partai Golkar, baik ditingkat DPP, DPD, hingga Fraksi di DPRD Kaltim telah selesai.

Putusan sesuai pertimbangan dari hasil putusan dari Mahkamah Golkar Nomor 39/PI-Golkar/VIII/2021 pada 13 Oktober 2021.
Sebagaimana didalam Pasal 32 Ayat 5 UU 2/2011 tentang Perubahan UU 2/2008 tentang Parpol.

Klausa menyebutkan, bahwa seluruh perselisihan partai harus terlebih dahulu diselesaikan lewat mahkamah partai. Langkah itu bersinergi dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4/2016 yang menilai, jika putusan mahkamah partai menjadi acuan dari UU tersebut, sah dan bersifat final dan mengikat. (tim redaksi)

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews