GULIR KEBAWAH UNTUK MELIHAT BERITA

DPRD Kaltim Tolak Langkah Pemerintah Pusat Soal Pemotongan DBH

DIKSI.CO –  Langkah pemerintah pusat melakukan pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH) kembali memicu gelombang penolakan di Kalimantan Timur (Kaltim).

Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Muhammad Samsun, menegaskan sikap tegas menolak kebijakan tersebut.

Anngota legislatif Kaltim dari fraksi PDIP ini menegaskan Kaltim sebagai salah satu daerah penghasil utama sumber daya alam memiliki hak konstitusional atas porsi DBH yang lebih besar.

Samsun menegaskan pemotongan DBH ini bertentangan dengan prinsip perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.

“Kaltim membutuhkan skma bagi hasil yang baik dan konsisten. Prinsip utamanya sederhana, hak daerah harus berdasarkan regulassi,” ujarnya.

Namun, ia menegaskan sikap baik itu memiliki batas ketika menyangkut kesejahteraan masyarakat. DPRD Kaltim, kata dia, tidak bisa menutup mata terhadap beban daerah apabila kebijakan pemotongan DBH terus berlanjut.

Samsun menambahkan apabila jalur konstitusional dan itikad baik yang pemerintah daerah tempu tidak mendapatkan respons memuaskan dari pusat, maka DPRD tidak dapat menghalangi ketika masyarakat Kaltim memilih turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi mereka.

“Kami tentunya tidak bisa menghalangi masyarakat Kalimantan Timur untuk melakukan aksi,” tegasnya.

Dana Bagi Hasil merupakan instrumen fiskal yang membagi penerimaan negara dari pajak maupun sumber daya alam kepada daerah. Tujuannya adalah menjaga keseimbangan pembangunan dan memastikan daerah penghasil tidak tertinggal. Kaltim, dengan kontribusi besar dari sektor migas, batubara, dan perkebunan, merasa wajar menuntut porsi lebih besar.

Berimbas pada APBD Kaltim

Sebelumnya, Kritikan terhdap pemangkasan dana dari pusat juga datang dari Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Abdulloh.

Abdulloh menyampaikan bahwa pemangkasan anggaran akan berimbas langsung pada postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kaltim.

Menurutnya, porsi pembiayaan pembangunan infrastruktur akan berkurang signifikan sehingga sejumlah proyek yang telah tersusun berpotensi mengalami penundaan bahkan batal pada tahun anggaran mendatang.

“Dampaknya termasuk postur anggaran infrastruktur,” ujar Abdulloh.

Ia menambahkan, kondisi kas daerah yang minim semakin memperbesar potensi pemangkasan atau penundaan proyek-proyek infrastruktur.

Dalam rapat sebelumnya, berbagai pemaparan telah Banggar maupun TAPD sampaikan, namun rincian program prioritas infrastruktur tahun 2026 belum di putuskan.

“Ini akan melalui pembahasan lagi secara detail untuk menentukan skala prioritas pembangunan infrastruktur,” jelasnya.

Pembangunan infrastruktur di Kaltim tidak hanya menyangkut kepentingan daerah, tetapi juga mendukung agenda nasional, terutama dengan adanya proyek strategis seperti Ibu Kota Nusantara (IKN).

Masyarakat Menolak

Tak hanya dari legislatif, protes terhdap pemangkasan DBH ini juga datang dari Forum Aksi Rakyat Kalimantan Timur (Fraksi Kaltim)

Fraksi Kaltim menilai kebijakan pemerintah pusat memangkas  dana bagi hasil (DBH) atau transfer ke daerah (TKD) untuk Kaltim tahun ini dan tahun depan, tidak hanya merugikan.

Tetapi juga mengabaikan hak-hak Kaltim sebagai daerah penghasil sumber daya alam terbesar kedua di Indonesia.

Hal itu disampaikan Ketua Fraksi Kaltim Vendy Meru dalam RDP dengan  DPRD Kaltim, Selasa malam (11/11).

RDP ini dipimpin Wakil Ketua DPRD Kaltim Ananda Emira Moeis serta dihadiri perwakilan DPRD Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara.

Menurut Vendy,  Sungai Mahakam merupakan nadi logistik dan jalur utama distribusi batubara di Kaltim.

Penutupan aliran sungai ini bakal langsung mengguncang rantai pasok energi nasional dan pada akhirnya akan menjadi bukti bahwa Kaltim bukan sekadar penonton dalam roda ekonomi Indonesia.

“Kalau setelah ditutup pemerintah pusat meminta dibuka, itu bukti kita dibutuhkan. Tapi kalau mereka diam, berarti kita bukan bagian penting dari ekonomi nasional,” jelasnya.

Langkah itu tentu saja bukan omon-omon atau hanya sekedar ancaman kosong belaka, melainkan bentuk keputusasaan usai berbagai jalur perjuangan terabaikan. Padahal, kata dia, Kaltim berhak memperoleh porsi keuangan yang adil karena menjadi penyumbang devisa besar dari sektor tambang dan migas.

“Kaltim ini urutan kedua penyumbang devisa negara. Tahun 2024 saja nilai PDRB kita itu mencapai Rp858 triliun. Tapi rakyat masih hidup di bawah garis kemiskinan. Pemerintah pusat harus punya hati dan keadilan untuk daerah penghasil,” tambahnya.

(*)

Back to top button