Sabtu, 23 November 2024

Diskusi dalam Jaringan, Akademisi Sebut Pembangunan IKN di Kaltim Merupakan Eksploitasi Berkelanjutan

Koresponden:
Muhammad Zulkifly
Senin, 31 Januari 2022 14:2

Ilustrasi Ibu Kota Negara baru yang dinamai Nusantara menuai beragam komentar masyarakat khususnya di Samarinda. (HO)

DIKSI.CO, SAMARINDA - Rencana pemerintah pusat memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur (Kaltim) semakin serius dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) IKM menjadi UU rupanya tak disambut baik seluruh pihak.

Sebab menurut para akademisi mega proyek tersebut justru dinilai sebagai eksploitasi berkelanjutan dari negara ke daerah.

Pandangan para akademisi itu pun diungkapkan dalam diskusi terbuka yang digelar Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (FH Unmul) bersama Constitutional and Administrative Law Society (CALS) bertemakan "Ibu Kota Negara Untuk Siapa" pada Senin (31/1/2022).

Kegiatan diskusi yang digelar dalam jaringan (daring) itu pun turut menghadirkan Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), medio 2010-2011 Muhammad Busyro Muqoddas.

Tak hanya itu, narasumber lainnya yakni Ekonom Faisal Basri, Jatam Nasional Melky Nahar, dan CALS Bivitri Susanti serta Dosen FH Unmul Haris Retno Susmiyati juga turut dihadirkan.

Dalam kesempatan itu, mula-mula Dosen FH Unmul Haris Retno Susmiyati menyampaikan Kaltim sejatinya merupakan kawasan yang terus menerus di eksploitasi yang terus menimbulkan banyak persoalan.

Di mana, Kalimantan secara umumnya merupakan paru-paru dunia, sehingga kerusakan Kaltim pun menjadi persoalan krusial yang tak boleh diabaikan sebab pembangunan mega proyek IKN bernama Nusantara.

"Mimpi Presiden jadikan IKN kota terbaik dunia, tapi fungsi krusial Kalimantan sebagai paru-paru dunia akan terdampak luar biasa," kata Haris Retno.

Menurutnya, warga dunia tidak butuh kota yang cantik, karena pada dasarnya mereka memiliki kota tersendiri. Yang dibutuhkan ialah fungsi ekologi yang tidak bisa digantikan oleh teknologi.

"Yang dibutuhkan masyarakat Kaltim itu penyelesaian problem ekologis dan ekonomi yang dihadapi," tegasnya.

Senada dengan Haris Retno, Ekonom Faisal Basri juga menilai berlangsungnya proyek pemindahan IKN ke Kaltim justru lebih banyak mendatangkan mudarat ketimbang maslahatnya.

Bahkan, dengan pembangunan IKN yang menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu sama saja Jokowi melanggar janjinya.

"Karena Jokowi sudah mengatakan 100 persen pembangunannya akan dibiayai oleh non APBN," terang dia.

Faisal menyampaikan ketika IKN pindah ke Kalimantan, memang Kaltim akan merasakan terdongkraknya pendapatan dari sektor pembangunan. Namun demikian Provinsi di Kalimantan lainnya berdasarkan hasil kajian INDEF menunjukkan dampak yang nol koma.

"Jadi lebih banyak mudaratnya daripada maslahat," jelasnya.

Sementara itu, Jatam Nasional Melky Nahar mengatakan perpindahan IKN ke Kaltim nantinya akan berdampak pada pengecilan atau berkurangnya industri ekstraktif di Bumi Mulawarman.

"Tapi buka di situ poinnya. Tapi soal bagaimana pola pemanfaatan ruang hidup masyrakat lokal. Ketika IKN berpindah, penguasaan ruang akan semakin bermasalah, terutama bagi warga lokal yang ada di dalamnya," jelas Melky Nahar.

Menanggapi isu pembangunan IKN di Bumi Mulawarman tersebut, Mantan Ketua KPK, Muhammad Busyro Muqoddas juga turut berkomentar.

Kata dia, sejatinya pembangunan merupakan sebuah amanat yang diikat oleh etika dan senada dengan filosofis negara dalam Undang-undang Dasar 1945.

"Dengan analisis-analisis yang telah disampaikan tadi, seharusnya pemindahan IKN juga diiringi dengan ruang diskusi terbuka terhadap masyarakat. Karena ruang diskusi itu sangat terhormat ketika sebagian besar (pengatur dan perumus kebijakan) tidur nyenyak karena ctm-ctm politik," pungkasnya. (tim redaksi)

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews