“Surat pernyataa ini tidak ditandatangi oleh warga. Sebab mereka mempertanyakan bahwa kawasan yang diklaim HGB tersebut tidak menunjukan adanya satupun bangunan PT ITCI Kartika Utama,” seru Iqin.
Dengan bermulanya konflik tersebut, sebanyak 93 Kepala Keluarga (KK) yang berada di Desa Telemow dengan luasan 83,55 hektare kini terancam kehilangan tempat tinggalnya.
“Bahkan, sejak 2017 lalu warga yang berada di RT 13 dan 14 kerap mendapat intimidasi dan penggusuran dari pihak perusahaan. Tak hanya warga saja, tapi juga bangunan puskesmas serta kantor desa juga bakal ikut tergusur,” tambahnya.
Padahal, lanjut Iqin, sejatinya masyarakat di Desa Telemow telah lebih dulu memiliki izin tempat tinggal dilahan tersebut jauh sebelum berdirinya PT ITCI Kartika Utama. Bukti tersebut berupa surat penggarap pertama dan kedua di lahan yang dulunya disebut Desa Selong Kitik pada tahun 1912-1960 silam.
Selain itu, diperkuat dengan adanya bukti kalau masyarakat telah membayar pajak atas lahan garapan Selong Kitik pada tanggal 07 Maret 1997 di Kantor Pelayanan PBB Balikpapan.
“Akibat perlawanan warga tersebut, selanjutnya pihak PT ITCI Kartika Utama melakukan upaya kriminalisasi terhadap warga dalam bentuk somasi hingga berujung pada proses penyedikan. Surat somasi itu dilayangkan pada 17 Maret 2020,” kata Iqin.
“Tujuan surat somasi itu agar warga menandatangani pengakuan bahwa telah menempati dan menggunakan lahan seluas 83,55 Ha milik PT ITCI Kartika Utama berdasarkan sertifikat 00001 Desa Telemow. Pada Maret-April 2020 masyarakat Telemow mendapatkan surat pemintaan klarifikasi dari Satreskrim Polres PPU kepada 27 warga yang dituduh menempati bagian dari area HGB PT ITCI Kartika Utama tanpa memperoleh izin,” katanya lagi.
Disaat bersamaan, Yudi seorang pemuda yang berasal dari Desa Telemow menyebut kalau apapun upaya yang dilakukan pihak perusahaan warga di tempat kelahirannya tidak akan tinggal diam. Dan akan terus melakukan perlawanan guna memperjuangkan tanah kelahirannya.