DIKSI.CO, SAMARINDA- Pertengahan Maret lalu, Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda giat melakukan upaya pencegahan penyebaran Covid-19 dengan menutup sebagian usaha-usaha swasta.
Penutupan itu berlaku pada 20 Maret lalu, sejak keluarnya surat edaran Walikota Samarinda, Syaharie Jaang. Dalam poin 1 (satu) surat tersebut dijabarkan menutup sementara Tempat Hiburan Malam (THM), Bioskop, Rumah Bilyard, Warnet dan Karaoke.
Sepuluh hari kemudian, tepat tanggal 30 Maret, Syaharie Jaang selaku Walikota Samarinda kembali melemparkan wacana pencegahan penyebaran Covid-19 dengan menerapkan kebijakan pembatasan akses jalur darat Balikpapan - Samarinda.
"Pertama kita akan menutup jalur darat yang menuju Balikpapan, yaitu jalan tol (Balikpapan-Samarinda) dan juga jalan Loa Janan,” ujar Jaang, Senin (30/3/2020) lalu.
Selain pembatasan jalur darat. Akses jalur laut seperti Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II A Samarinda pun dibatasi tidak boleh lagi membawa penumpang selain kebutuhan logistik, sebagaimana yang disampaikan oleh Sekretaris Kota Samarinda Sugeng Chairuddin.
"Laut sudah kami surati (KSOP) melalui pendekatan persuasif beliau-beliau setuju. Jadi hari ke depan tidak menampung penumpang lagi tetapi hanya bahan logistik saja," kata Sugeng melalui via daring kepada awak media, Selasa (7/4/2020) lalu
Buruh dan Logistik Terancam
Kamis (9/4/2020) menjelang petang terpantau Kapal Motor (KM) Prince Soya di Pelabuhan Samarinda, Jalan Yos Sudarso, Kecamatan Samarinda bertambat sebagai terakhir muatan sembako.
Sebab pemilik KM Prince Soya Saraping Beddu menjelaskan selepas penurunan muatan sembako hari ini, pihaknya akan menghentikan operasional sementara waktu.
Pilihan menghentikan operasional tersebut lantaran karena ia mengalami kerugian atas kebijakan Pemkot Samarinda. Disebutkan, mungkin hasil hari ini hanya sekitar Rp40 juta saja. Sedangkan untuk bahan bakarnya saja sudah mencapai Rp180 juta untuk pulang-pergi.
"Sudah rugi, mau didemo lagi. Ya, mending saya istirahatkan saja dulu. Habis ini saya bawa kapal ke galangan untuk diistirahatkan dulu. Belum tahu juga sampai kapan, ya kami menunggu saja," ucap Saraping Beddu saat dijumpai di sela-sela aktivitas pelabuhan.
Sekadar informasi, dalam sekali pelayaran kapal miliknya bisa mengangkut beras minimal 200 ton. Jadi, jika dijumlahkan dari kapal yang selalu bersandar di Pelabuhan Samarinda, rata-rata beras yang masuk bisa mencapai 350.000 ton per minggu. Hal tersebut belum termasuk, seperti kol, bawang, kentang dan sayur-mayur lainnya.
Tak hanya pasokan logistik, dari informasi yang dihimpum ada sekitar 150 nasib buruh pelabuhan turut terancam lantaran tak bisa lagi bekerja. Terlebih para buruh itu tergolong memiliki perekonomian menengah ke bawah dan tak punya penghasilan tetap.
Sempat berbincang dengan Darwis, koordinator Buruh Angkut Pelabuhan Samarinda. Wacana pemilik kapal yang akan menghentikan pelayaran, membuat pria 38 tahun itu bingung bagaimana memenuhi kebutuhan keluarganya.
"Kalau engga kerja, berarti isi piring tidak ada, Pak," ucap Darwis dengan lesu.
Kalau dirata-rata, kata Darwis, dalam dua hari biasa ia dengan rekan seprofesinya mengantongi Rp300 ribu. Berarti, normalnya dalam sehari mereka bisa mendapatkan penghasilan Rp150 ribu. Tapi, itu pun tak menentu. Tergantung aktivitas bongkar muat yang menggunakan jasa mereka.
"Ya engga tentu, kadang di atas kadang di bawah itu pendapatan kami. Apalagi sekarang enggak ada penumpang berarti yang pakai jasa kami juga berkurang," katanya seraya menatap bentang Sungai Mahakam.
Dia berharap agar pelabuhan masih dapat beraktivitas seperti biasanya. Paling tidak ada aktivitas bongkar muat. "Kalau tidak kami yang terdampak paling besar," tutupnya.
Langkah Sigap Pemkot
Soal wacana kapal muatan pangan terakhir bertambat di pelabuhan, Sekretaris Kota Samarinda Sugeng Chairuddin menyebutkan tidak ada akses jalur logistik lagi selain melalui pelabuhan KSOP tersebut. Maka dengan demikian pihaknya akan berupaya komunikasi lagi kepada pemilik kapal.
"Tidak ada (selain jalur laut). Nah itu lah, dalam situasi ini tidak semudah yang dikira. Karena masalahnya sangat komprehensif. Ya, kami akan berupaya adakan komunikasi lagi, mudah-mudahan ada jalan keluarnya," kata Sugeng saat dihubungi, Sabtu (11/4/2020).
Disamping itu, Sugeng berharap sebaiknya semua pihak harus saling tolong menolong dalam hal penanganan dampak lain yang diakibatkan dari pandemi Covid-19 ini. "Karena ini tidak bisa sendiri-sendiri," ujarnya.
"Mudah-mudahan yang punya kapal mau memahami. Hitung-hitung mereka akan beramal dalam situasi ini," tambahnya.
Jika kapal itu benar-benar berhenti, Sugeng menyebutkan Pemerintah Kota akan memasukan para buruh tersebut ke dalam daftar catatan yang terkena dampak covid 19. Kemudan dengan demikian akan diberi bantuan santunan selama masa pandemi.
"Kalau buruhnya tidak kerja nanti kami catat lalu kami masukan dalam bantuan santunan di dampak virus Covid-19, itu saja yang bisa kami lakukan terhadap mereka," jelas Sugeng.
Pengusaha Kapal Tak Boleh Mogok
Menurut Pengamat Dosen Ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul) Aji Sofyan Effendi bahwa langkah Pemkot Samarinda menangani masalah nasib buruh di pelabuhan KSOP Samarinda sudah tepat jika dimasukan dalam daftar jaminan santunan beberapa bulan ke depan sebagai tunjangan akibat dampak dari Covid-19.
Lebih lanjut, Aji Sofyan menambahkan seharusnya perusahaan kapal KSOP juga turut memberi bantuan intensif bagi nasib buruh yang dibawa nanguangannya.
"Tetapi kalau buruh tersebut bernauang dibawah perusahaan maka perusahaan tersebut wajib memberikan bantuan dan insentif," kata Aji Sofyan melalui pesan whatsapp kepada wartawan Diksi.co, Sabtu (11/4/2020).
Terkait kebijakan pembatasan penumpang memang sudah seharusnya pengusaha kapal mesti mengikuti aturan itu demi keselamatan manusia. Namun tidak pada operasional logistik atau kebutuhan pangan sebab hal itu, kata Aji sangat sensitif bagi kerbelangsungan isi perut warga.
"Pengusaha kapal tidak boleh mogok karena ini menyangkut isi perut manusia yang sangat sensitif. Tentu kalkulasi ekonominya harus teliti agar pengusaha kapal tidak bangkrut. Kita sangat menyadari bahwa selama ini pengusaha kapal kan baik-baik saja berusaha tanpa kendala," katanya.
Saat disinggung apakah perlu pemkot Samarinda alurkan Anggaran untuk menutup kerugian pihak kapal. Minimal satu kapal secara gantian untuk beroperasi selama tiga bulan. Gantian agar tak ada kecemburuan sosial diantara pemilik kapal. Dia mengatakan dalam hal ini adalah kebijakan dari pihak perusahaan kapal.
"Itu wilayah perusahaan. Ini situasi extra ordinary jadi butuh pengertian yang dalam hitung-hitung jadi amal ibadah lah, mungkin rugi secara ekonomi dan keuangan di dunia tetapi justru kerugian dunia ini akan dibalas pahala dan berkah dari Allah SWT," pungkasnya. (tim redaksi Diksi)