"Jadi ada 4 ya namanya rokok ilegal itu. Jadi rokok palsu, rokok polos tanpa pita, rokok yang salah peruntukan jadi harusnya kretek mesin tapi dia pakai kretek tangan atau salah personifikasi. Biasanya (barang) dari Jawa, (terbanyak) pita palsu dan polos," terangnya.
Sementara itu, Kabid Penindakan dan Penyidikan Bea Cukai Kalbagtim Junanto Kurniawan menambahkan, dari banyaknya pengungkapan, Bea Cukai melakukan penanganan kasus dengan dua cara. Yaitu penyelidikan tindak pidana dan ultimum remedium.
"Untuk penyelesaiannya itu ada 2, yang satu kita lakukan penyelidikan, yang 19 kasus kita lakukan ultimum remedium untuk penyelesaian dengan pelanggar cukai yaitu akan dikenakan denda sebesar tiga kali nilai cukai yang harus dibayar.
Yang sisanya kita enggak dapat pelakunya karena mereka menggunakan sistem PJT tadi," bebernya.
Bea Cukai sendiri mengakui ada kendala dalam menghentikan aksi para pelaku yang memanfaatkan barang cukai ilegal tersebut. Meski begitu dengan adanya UU KPP yang baru ultimum remedium maka dapat memberikan efek jera ke para pelaku pelanggar Barang Kena Cukai (BKC) ilegal.
"Memang untuk rokok ilegal ini masih banyak ya, artinya banyak orang-orang yang mau menikmati rokok asal ngebul saja. Jadi walaupun rasanya mungkin tidak sebagus yang aslinya asal mereka bisa ngerokok, palsunya masih ada dengan harga yang jauh lebih murah," lanjutnya.
"Dengan adanya UU KPP yang baru itu ultimum remedium diakomodir dengan demikian maka penerimaan negara justru akan meningkat dengan adanya itu dan ini juga membuat efek jera. Jadi orang gak coba-coba karena dikenakan 3 kali nilai cukai," pungkasnya. (tim redaksi)