DIKSI.CO, SAMARINDA - Balikpapan menjadi salah satu kota yang tidak bisa menyerap bantuan keuangan dari Pemerintah Provinsi Kaltim, pada 2021 lalu.
Diketahui, Pemkot Balikpapan mestinya mendapat jatah bankeu Rp128,9 miliar.
Hanya saja, hingga akhir tahun 2021, bankeu yang dibayarkan provinsi ke Balikpapan, hanya Rp83,7 miliar atau 65 persen.
Sisanya, Rp45,11 miliar batal disalurkan.
Muhammad Sa'duddin, Kepala BPKAD Kaltim, menyebut, Rp45 miliar jatah bankeu Balikpapan, tidak disalurkan lantaran tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
"Ditransfer sesuai dengan ketentuan, itulah yang kami bayar. Kalau tidak sesuai ketentuan, kami tidak bayar," kata Sa'duddin, dikonfirmasi Rabu (11/5/2022).
Dalam surat Gubernur Kaltim, tertanggal 25 Februari 2021, tahun lalu. Balikpapan mengusulkan 223 paket kegiatan.
Melalui surat resmi itu, Gubernur Kaltim menekankan perlu adanya klarifikasi dari kabupaten/kota ke provinsi.
"Setelah itu, diproseslah oleh kabupaten/kota. Proses lelang membayar kabupaten/kota. Setelah pembayaran baru ditagihkan ke provinsi," paparnya.
Sebagian besar usulan proyek di dokumen bankeu telah memenuhi ketentuan.
Sisanya, 35 persen dari usulan paket pekerjaan tidak sesuai ketentuan yang diatur dalam Pergub 49 Tahun 2020.
"Diantara itu ada yang tidak sesuai dengan ketentuan. Jadi tidak kami bayar," ujarnya.
"Ketika sudah ada surat dari gubernur, tidak boleh langsung dieksekusi. Harus ada proses kabupaten/kota dan provinsi melakukan klarifikasi," sambungnya.
Namun diduga ada beberapa proyek/ kegiatan yang terdaftar dalam pagu bankeu provinsi namun dikerjakan Pemkot Balikpapan, menggunakan APBD kota.
Dikonfirmasi terkait hal itu, Sa'duddin menyebut tidak melanggar ketentuan.
Pasalnya sesuai Pasal 8, Ayat 1, Pergub 49/2020, bankeu yang disalurkan provinsi masuk ke APBD kabupaten/kota.
Sehingga penggunaan APBD Balikpapan, mengerjakan proyek bankeu, tidak melanggar ketentuan.
"Terserah Balikpapan sendiri, itu urusan rumah tangga Balikpapan sendiri. Terserah aja, kabupaten/kota bagaimana," tegasnya.
Hanya saja, kabupaten/kota sebelum mengerjakan proyek bankeu mesti melakukan klarifikasi ke Gubernur Kaltim, memenuhi ketentuan Pergub 49, hingga menerbitkan DPA.
Jika tidak, maka Balikpapan melanggar aturan.
"Setelah klarifikasi, kab/kota menerbitkan DPA. DPA dikirim ke provinsi, setelah dikirim baru kami bayarkan bankeu 25 persen," pungkasnya.
Hal senada juga disampaikan, Sigit Wibowo, Wakil Ketua DPRD Kaltim.
Sigit menerangkan bantuan keuangan itu kan kabupaten/kota mengusulkan ke Pemprov Kaltim untuk meminta bantuan.
Sehingga pelaksanaan programnya mesti memenuhi persyaratan.
"Pelaksanaannya, tidak memenuhi syarat sehingga tidak dibayarkan oleh pemprov," ungkapnya.
Pun jika Pemkot Balikpapan memaksakan diri merealisasikan proyek tersebut dengan menggunakan APBD Kota Minyak.
Hal itu disebutnya tidak menjadi persoalan.
"Akhirnya jadi beban Pemkot Balikpapan, untuk menggelontorkan anggaran untuk proyek itu. Kalau sudah dibayar pemkot ustru bagus. Memang itu tanggung jawabnya pemerintah kota," tutupnya.
Hingga berita terbit, tim redaksi masih coba konfirmasi ke Pemkot Balikpapan terkait persoalan bankeu ini. Termasuk pula adanya dugaan penggunaan APBD Balikpapan untuk pembayaran-pembayaran kegiatan yang terdaftar di pagu anggaran bankeu. (tim redaksi Diksi)